Ilmu Ekonomi Publik adalah cabang Ilmu Ekonomi yang menelaah masalah-masalah ekonomi khalayak ramai (publik/masyarakat, pemerintah/negara) seperti kebijakan subsidi/pajak, regulasi/ deregulasi, nasionalisasi/privatisasi, sistem jaminan sosial, ketahan-an pangan, kebijakan teknologi, pertahanan dan keamanan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Menurut Montesqieu, kekuasaan negara dapat dipisahkan menjadi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam prakteknya, kekuasaan eksekutif (pemerintah, yaitu presiden dan para pembantunya) lazimnya paling berpengaruh terhadap suatu perekonomian.
Peranan pemerintah dalam perekonomian antara lain
- menetapkan kerangka hukum (legal framework) yang melandasi suatu perekonomian,
- mengatur/meregulasi perekonomian dengan alat subsidi dan pajak,
- memproduksi komoditas tertentu dan menyediakan berbagai fasilitas seperti kredit, penjaminan simpanan, dan asuransi,
- membeli komoditas tertentu termasuk yang dihasilkan oleh perusahaan swasta, misalnya persenjataan,
- meredistribusikan (membagi ulang) pendapatan dari suatu kelompok ke kelompok lainnya, dan
- menyelenggarakan sistem jaminan sosial, misalnya memelihara anak-anak terlantar, menyantuni fakir miskin, dan sebagainya
Beberapa Landasan Ekonomi Publik
Masalah kunci perekonomian adalah masalah mikro (distribusi produksi, alokasi konsumsi) dan masalah makro (pengangguran, inflasi, kapasitas produksi, pertumbuhan). Sistem Perekonomian berkaitan dengan siapa (pemerintah atau bukan) atau bagaimana keputusan ekonomi diambil (melalui perencanaan terpusat atau mekanisme harga). Pandangan-pandangan tentang peran pemerintah dalam perekonomi-an semakin konvergen (cenderung mendekat satu terhadap yang lain), yakni secara umum swasta harus mengambil peran utama dalam pasar. Namun bila terjadi kegagalan pasar dan pemerintah berpotensi dapat memperbaiki kegagalan tersebut, maka seyogyanya pemerintah memperbaiki kegagalan tersebut sepanjang diyakini bahwa memang mampu.
Pendekatan ilmiah menjamin kesimpulan yang ditarik dari suatu analisis bersifat sahih. Analisis sektor publik terdiri dari empat tahap, yakni deskripsi kegiatan pemerintah dalam perekonomian, telaahan konsekuensi dari penerapan kebijakan tersebut, tinjauan atas kriteria keberhasilan keputusan publik, dan evaluasi atas proses politik yang mengarah pada pengambilan keputusan tentang kebijakan publik.
B. Sektor Publik Di Indonesia
- Jenis Kegiatan Pemerintah
Jenis kegiatan pemerintah antara lain adalah:
- Menyediakan sebuah kerangka kerja/ sistem yang legal, yang diperlukan untuk membawa perekonomian ke fungsinya semula.
- Memproduksi barang dan jasa, yang berguna untuk pertahanan, pendidikan, keamanan, perhubungan, dan sebagainya.
- Mempengaruhi apa yang diproduksi oleh sektor privat (swasta), melalui subsidi, pajak, kredit dan peraturan (undang-undang).
- Membeli barang dan jasa dari sektor privat dan kemudian menyalurkannya ke perusahaan dan rumah tangga.
- Melakukan redistribusi pendapatan.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kegiatan pemerintah:
- Adanya perang.
- Peningkatan pendapatan masyarakat.
- Adanya urbanisasi.
- Perkembangan demokrasi.
- Ukuran Kegiatan Pemerintah
Ukuran kegiatan pemerintah dapat dilihat dari seberapa besar ukuran sektor publiknya dan suatu indikator yang mudah digunakan yaitu seberapa besar ukuran pengeluaran publik relatif terhadap total perekonomian.
Pemerintah meningkatkan pendapatan untuk membayar seluruh pengeluarannya melalui beberapa macam jenis pajak dan apabila terjadi defisit maka defisit tersebut akan dibiayai melalui pinjaman.
Adam Smith mengemukakan teori bahwa pemerintah hanya mempunyai tiga fungsi:
- Fungsi pemerintah untuk memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan.
- Fungsi pemerintah untuk menyelenggarakan peradilan.
- Fungsi pemerintah untuk menyediakan barang-barang yang tidak disediakan.
Peran pemerintah dalam perekonomian modern terbagi menjadi peran alokasi, peran distribusi dan peran stabilisasi.
Kegagalan pemerintah dikarenakan beberapa faktor yang mengakibatkan peningkatan kesejahteraan masyarakat menuju kondisi Pareto optimal tidak dapat tercapai.
C. Efisiensi Pasar
- Efisiensi Pareto
Efisiensi Pareto terjadi apabila alokasi dari kekayaan tidak membuat seseorang sejahtera dengan membuat orang lain dirugikan. Terdapat 2 prinsip yang perlu diperhatikan dalam teori fundamental dari ekonomi kesejahteraan: teori pertama, menjelaskan kepada kita bahwa ekonomi adalah persaingan (dan kondisi yang memuaskan) adalah efisien Pareto, dan teori kedua mengimplikasikan setiap alokasi efisiensi Pareto dapat dicapai oleh mekanisme pasar yang desentralisasi
Efisiensi menurut perspektif pasar tunggal terjadi pada saat marginal benefit sama dengan marginal cost.
- Analisis Efisiensi Ekonomi
Terdapat 3 (tiga) aspek dari Pareto Efficiency. Pertama, efisien dalam pertukaran. Kedua, efisien dalam produksi. Ketiga, efisiensi dalam keseluruhan (overall/mix efficiency).
Efisiensi dalam pertukaran adalah suatu pengalokasian sejumlah barang yang tertentu jumlahnya dalam suatu ekonomi pertukaran disebut (pareto) efisien jika, melalui realokasi barang-barang, tidak seorang individupun dapat memperoleh kesejahteraan tanpa mengurangi kesejahteraan individu lainnya.
Efisiensi dalam produksi terjadi apabila dalam suatu masyarakat dengan dalam mengalokasikan sumber-sumber produksi jika tidak ada suatu barang yang dapat diproduksi tanpa keharusan mengu-rangi produksi barang lainnya.
Efisiensi keseluruhan dalam suatu ekonomi adalah jika tidak seorangpun yang dapat ditingkatkan kesejahteraannya dengan tanpa membuat kesejahteraan yang lainnya berkurang.
D. Kegagalan Pasar
Hak Milik, Paksaan Kontrak dan Kegagalan Pasar
Pemerintah harus aktif melindungi warga negara dan hak milik, pelaksanaan kontrak, dan mendefinisikan hak milik yang tersedia sebagai dasar bekerjanya semua ekonomi pasar.
Terdapat 6 (enam) faktor penyebab kegagalan pasar yaitu:
- Kegagalan dari persaingan (failure of competition).
- Adanya barang publik (public good).
- Eksternalitas.
- Pasar tidak lengkap.
- Kegagalan informasi.
- Adanya pengangguran, inflasi, dan ketidakseimbangan (unemployment, and other macroeconomic disturbances).
Peran Pemerintah dalam Redistribusi
Salah satu peran penting dari pemerintah adalah kegiatan dalam mengadakan redistribusi pendapatan atau mentransfer pendapatan. Hal ini memberikan koreksi terhadap distribusi pendapatan yang ada di masyarakat.
Terdapat dua aspek analisis dari sektor publik yaitu pendekatan normatif yang memfokuskan pada apa yang harus dilakukan pemerintah dan pendekatan positif yang memfokuskan pada penggambaran dan penjelasan secara nyata apa yang dilakukan pemerintah dan konsekuensinya.
E. Efisiensi Dan Kemerataan
Efisiensi, Distribusi, dan Pilihan Sosial
Terdapat trade-off antara kemerataan dan efisiensi.
Kurva indifferen untuk individu menggambarkan bagaimana mereka membuat trade-off antara barang yang berbeda, kurva kepuasan sosial menggambarkan bagaimana masyarakat membuat trade-off antara tingkat kepuasan dari individu yang berbeda.
Fungsi kesejahteraan sosial menyediakan sebuah dasar untuk merangking beberapa alokasi dan sumber daya dan kita memilih alokasi yang menghasilkan tingkat tertinggi dari kesejahteraan masyarakat. Prinsip Pareto mengatakan kita harus memilih alokasi yang paling sedikit dari beberapa individu better off dan tidak seorangpun worse off. Ini berarti bahwa jika beberapa individu kepuasannya meningkat dan tidak seorangpun kepuasannya menurun kesejahteraan sosial meningkat.
Menganalisis Pilihan Sosial dan Pilihan Sosial dalam Praktek
Jika proyek tidak Pareto improvement, pendekatan umum yang digunakan adalah menggunakan efek efisiensi dan pemerataan. Jika proyek sebuah proyek mempunyai keuntungan bersih yang positif dan mengurangi ketidakmerataan, maka proyek dijalankan dan sebaliknya. Dan Jika efisiensi menunjukkan keuntungan tetapi kemerataan banyak yang hilang, maka terdapat trade-off secara umum akan diterapkan kebijakan sistem pajak untuk redistribusi pendapatan.
Cara yang standar yang dapat dilakukan untuk mengukur keuntungan (benefit) dari beberapa program atau proyek khususnya individu, adalah dalam bentuk “willingness to pay”.
Keuntungan sosial diukur oleh tambahan keuntungan yang diterima oleh semua individu. Jumlah yang diperoleh menunjukkan kemauan membayar total dari semua individu di masyarakat. Perbedaan antara kemauan membayar dan biaya total dari proyek dapat disebut sebagai efek efisiensi dari proyek.
F. Teori Barang Publik
Barang Publik dan Syarat Efisiensi untuk Barang Publik
Terdapat dua bentuk dasar dari kegagalan pasar terkait dengan barang publik: underconsumption dan undersupply. Dalam kasus barang nonrival, exclusion adalah tidak diinginkan karena menghasilkan underconsumption. Tetapi tanpa exclusion, yang mana terdapat masalah undersupply.
Keengganan individu berkontribusi secara sukarela untuk menyediakan barang publik akan menimbulkan masalah free rider.
Barang publik murni adalah barang publik di mana biaya marginal untuk menyediakannya terhadap tambahan orang adalah nol dan di mana tidak mungkin melarang orang untuk menerima barang. Pertahanan nasional adalah salah satu dari sedikit contoh barang publik murni.
Barang publik murni disediakan secara efisien ketika penjumlahan dari tingkat marginal substitusi (atas semua individu) adalah sama dengan transformasi marginal
Kurva permintaan untuk barang publik atau Kurva permintaan kolektif adalah penjumlahan secara vertikal dari permintaan individu yang ada dalam masyarakat.
Barang Privat yang Disediakan oleh Publik
Jika barang privat bebas tersedia maka akan terjadi over-consumpption. Ketika individu tidak membayar untuk mendapatkan barang, dia akan meminta sampai pada titik di mana keuntungan marginal yang dia terima dari barang tersebut sama dengan nol.
Kesejahteraan yang hilang dapat diukur oleh perbedaan individu yang ingin bayar dengan peningkatan output dan biaya produksi meningkat.
Pemerintah menentukan cara untuk membatasi konsumsi. Metode untuk membatasi konsumsi barang disebut rationing system. Harga menyediakan satu rationing system. Kedua, cara umum untuk me-rationing barang publik adalah ketentuan yang seragam bagi penawaran barang dalam jumlah yang sama untuk setiap orang. Seperti penyediaan pada tingkat yang seragam untuk bebas pendidikan bagi semua individu meskipun individu ada yang menyukai lebih atau sedikit. Keuntungan utama dari ketentuan publik bagi barang; tidak mengikuti untuk beradaptasi terhadap perbedaan kebutuhan individu dan hasrat seperti dalam pasar privat.
G. Teori Pilihan Publik
Mekanisme Publik untuk Alokasi Sumberdaya
Tidak seperti pengeluaran dalam barang swasta yang konvensional, yang ditentukan melalui sistem harga, pengeluaran barang publik ditentukan melalui proses politik.
Penentuan penyediaan barang publik melalui sistem mayoritas sederhana dapat menimbulkan masalah karena adanya Arrow Paradoks, kecuali pada masyarakat yang sangat homogen di mana preferensi mereka semuanya sama sehingga dapat dilakukan pemilihan secara aklamasi.
Alternatif untuk Penentuan Pengeluaran Barang Publik
Teori pengeluaran pemerintah yang di kemukakan oleh Lindahl adalah teori yang sangat berguna untuk membahas penyediaan barang publik yang optimum dan secara bersamaan juga membahas mengenai alokasi pembiayaan barang publik antara anggota masyarakat. Kelemahan teori Lindahl adalah karena teori ini hanya membahas mengenai barang publik tanpa membahas mengenai penyediaan barang swasta yang dihasilkan oleh sektor swasta.
Tidak tersedianya gambaran yang cukup dari proses politik. Keluaran dari proses politik. dalam pandangan ini, merefleksikan kekuatan politik dari kelompok kepentingan spesial.
Kelompok kepentingan mempunyai power yang ditunjukkan melalui:
- Biaya yang rendah untuk memilih dan mendapatkan informasi, khususnya untuk pemilih yang mendukung aktivitas mereka. Mereka menyediakan informasi, dan kadang mereka menyediakan transportasi, perawatan anak, dan yang lainnya.
- Penyediaan informasi bagi si politisi,
- Penyuapan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada politisi. Pemerintahan yang efektif tergantung pada kualitas pelayanan terhadap masyarakat/publicH. Produksi Publik Dan Birokrasi
Monopoli Alamiah: Produksi Publik Barang-Barang Swasta serta Perbandingan Efisiensi pada Sektor Publik dan Swasta
Monopoli alamiah adalah produksi yang dikuasai oleh satu perusahaan. Karena banyaknya output yang diproduksi seiring dengan menurunnya biaya produksi, maka perusahaan pada monopoli alamiah memiliki struktur biaya menurun
Ada beberapa pembatas yang mengakibatkan mengapa perusahaan pemerintah cenderung kurang efisien daripada perusahaan swasta, namun ada beberapa pengecualian yang membuktikan ketidakbenar-an pendapat tersebut.
Sumber Ketidakefisienan pada Sektor Publik, Korporatisasi dan Perkembangan Konsensus pada Peran Pemerintah dalam Produksi
Alasan inefisiensi pada sektor publik :
- Perbedaan organisasi :
1) Mendapat subsidi pemerintah, tidak akan bangkrut.
2) Lebih berorientasi politik.
3) Tidak adanya kompetisi.
4) Pembatasan pegawai (pegawai tidak dapat dipecat, gaji lebih rendah).
5) Prosedur pembelian lebih rumit.
6) Pembatasan anggaran.
- Perbedaan individu
- Tidak adanya insentif.
- Tujuan birokrat : memaksimumkan organisasi.
Ada beberapa alasan mengapa pada tahap korporatisasi, efisiensi sering tercapai, antara lain adanya kebebasan bertindak, perbedaan usaha, dan dana yang terbatas. Alasan lain, jika tanpa motif keuntungan, maka pencapaian hasil tidak akan optimal. Para pekerja pada perusahaan pemerintah bekerja lebih baik setelah menjadi perusahaan swasta, karena mendapat pendapatan yang lebih tinggi.
Peranan pemerintah dalam produksi merupakan debat yang tiada habisnya. Ada konsensus bahwa pemerintah seharusnya tidak terlibat dalam produksi barang swasta umum. Atau dapatkah tercapai efisiensi dengan cara korporatisasi? Sangat sulit mengukur performa dari sektor publik dan sektor swasta dan sangat tidak mungkin semua produksi dikompetisikan, walaupun sudah ada beberapa yang saat ini mulai terbuka kompetisi, misalnya pada sektor komunikasi, kesehatan dan pendidikan.
I. Eksternalitas Dan Lingkungan Pendahuluan
Problem Eksternalitas dan Solusi Swasta terhadap Eksternalitas
Ketika transaksi antara pembeli dan penjual secara langsung berdampak pada pihak ketiga, maka dampak itu disebut suatu eksternalitas. Eksternalitas negatif, seperti polusi, menyebabkan kuantitas optimal secara sosial dalam pasar menjadi lebih kecil daripada kuantitas ekuilibrium. Eksternalitas positif, seperti limpahan manfaat dari adanya teknologi, menyebabkan kuantitas optimal secara sosial dalam pasar menjadi lebih besar daripada kuantitas ekuilibrium.
Mereka yang terkena eksternalitas kadang-kadang dapat menyelesai-kan masalah itu secara privat (tanpa campur tangan pemerintah). Misalnya, ketika suatu bisnis memberikan dampak negatif kepada bisnis lain, maka kedua bisnis itu dapat menginternalisasikan eksternalitas itu dengan cara bergabung (merger). Atau, pihak-pihak yang terlibat dapat menyelesaikan masalah dengan berunding untuk mencapai suatu perjanjian. Menurut teorema Coase, bila orang dapat tawar-menawar tanpa menimbulkan biaya, maka mereka selalu dapat mencapai persetujuan yang menghasilkan alokasi efisien. Namun dalam banyak kasus, kesepakatan di antara banyak pihak sulit tercapai. Dengan demikian teorema Coase tidak dapat diterapkan.
Bila pihak-pihak privat tak dapat menangani efek-efek eksternal, seperti polusi, maka sering pemerintah campur tangan. Kadang-kadang pemerintah menghindarkan aktivitas yang secara sosial tidak efisien dengan menerapkan regulasi. Kadang-kadang pemerintah menginternalisasikan eksternalitas dengan pajak Pigovian. Kebijak-an publik lain adalah dengan menerbitkan izin. Misalnya, pemerintah dapat melindungi lingkungan dengan menerbitkan sejumlah terbatas izin polusi. Hasil akhir dari kebijakan ini kira-kira sama dengan hasil yang diperoleh dari penerapan pajak Pigovian pada penghasil polutan.
Solusi Publik Terhadap Eksternalitas dan Peraturan Pemerintah untuk Melindungi Lingkungan Ada beberapa metode bagi pemerintah untuk mengatasi eksternalitas lingkungan: pajak, subsidi dan peraturan pemerintah.
Pajak akan dikenakan pemerintah bila perusahaan penyebab polusi memproduksi di atas ambang (Q0). Penerimaan pajak digunakan untuk memberikan kompensasi kepada pihak yang terkena polusi. Keuntungan bagi masyarakat adalah kerugian bagi pengusaha karena berkurangnya produksi dan keuntungan masyarakat karena berkurangnya polusi.
Subsidi dapat dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan peraturan untuk mengatasi eksternalitas untuk mengurangi polusi dalam jumlah tertentu atau pengenaan hukuman bila melakukan pelanggaran. Kelemahan cara ini untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber-sumber ekonomi adalah justru timbulnya inefisiensi apabila ada dua pabrik atau lebih yang menimbulkan polusi.
Peraturan Pemerintah, baik nasional maupun internasional, telah banyak yang dikeluarkan untuk melindungi lingkungan dari eksternalias negatif. Sudah beberapa kesepakatan dan peraturan dibuat untuk melindungi lingkungan regional dan global terhadap polusi. Antara lain terkait hal penanggulangan polusi udara, air, tanah, hujan asam, sampah beracun serta perlindungan terhadap flora dan fauna yang sudah langka.
TEORI EKONOMI DAN KNSEP EKONOMI PUBLIK
Intinya ekonomi publik adalah adalah ilmu yang mempelajari pengaruh atau campur tangan pemerintah atau Negara dalam kehidupan ekonomi. Ekonomi publik adalah salah satu bagian atau subsistem ilmu ekonomi, maka-maka prinsip-prinsip atau hukum dalam ilmu ekonomi pada umumnya juga berlaku dalam Ekonomi public, meskipun terhadap pengecualian dan pengkususannya.
Ilmu adalah suatu penjelasan atau studi yang menggunakan metode dan sistematika tertentu. metode tersebut digunakan baik dalam pendekatan maupun dalam analisisnaya. Sistematika adalah urutan dalam mengadakan penjelasan atau analisisnya. Di samping syarat-syarat tersebut ilmu dalm pemaparannya harus bersifat jujur, sederhana dan diusahakan seobjektif mungkin.
Pengaruh pemerintah dalam pembentuknya pendapatan nasional yang memepengaruhi investasi masyarakat, balanced budged multiplier dan sebagainya hanya dijumpai dalam Ekonomi Makro. Analisis tentang akibat perpajakan atau subsidi terhadap motivasi kerja, terhadap produksi, tehadap karya dan lain-lain hanya dibicarakan dalam Ekonomi Mikro.
Ilmu Keungan Negara, intinya adalh ilmu yang mempelajari penerimaan dan pengeluaran Negara, sedangkan Ekonomi Publik mempelajari segala kegiatan pemerintah dala mempngaruhi kegiatan atau kehidupan ekonomi masyarakat segala macam kegiatan pemerintah akan Nampak dalam pemerintah dan pengeluaran Negara. Subject matters ilmu Keungan Negara sama dengan Subject matters Ekonomi Publik. Perbedaan terletak pada Ilmu Keuangan Negara lebih menitikberatkan pada kebijaksanaan dan pengaruhnya sedangkan Ekonomi Publik lebih menitikberatkan pada analisis ekonominya.
Prinsip-prinsip ekonomi yang bersifat universal seperti prinsip efisiensi dan efektivitas, law of diminishing return.
TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTOR PUBLIK
A. DEFINISI PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.
a. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KENAIKAN PRODUKTIVITAS
Sementara negara-negara miskin berpenduduk padat dan banyak hidup pada taraf batas hidup dan mengalami kesulitan menaikkannya, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, negara-negara Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang menikmati taraf hidup tinggi dan terus bertambah.Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja serta berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan output semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup. Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, serta kenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangi berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang.
b. PERMINTAAN AGREGRATIF DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada gambar ini dianggap bahwa tingkat PNN kesempatan kerja penuh pada thaun 1998 A sebesar 26 trilyun rupiah dan skedul permintaan agregratifnya adalah C+I+C1 hingga tingkat PNN kesempatan kerja penuh dapat dicapai karena sama dengan tingkat pendapatan keseimbangannya.Misalkan terjadi pertumbuhan kapasitas produksi akibat adanya pertambahan sumber-sumber pertumbuhan ekonommi hingga tingkat PNN kesempatan kerja penuh pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 1998 B menjadi 27 trilyun rupiah atau kenaikan sebesar kira-kira 4% dalam output riil.Agar potensi produksi total dapat direalisasikan maka permintaan agregratif harus naik dengan laju pertumbuhan yang cukup untuk memelihara tingkat kesempatan kerja penuh.Karenanya permintaan agregratif harus bergeser keatas menjadi C+I+C2. Bila tidak atau naik secara lebih kecil maka kenaikan kapasitas produksi tak dapat direalisasikan dan dimanfaatkan.Gambar ini menunjukkan aspek penciptaan pendapatan oleh komponen pengeluaran investasi neto.
B. TEORI DAN MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI
Dalam zaman ahli ekonomi klasik, seperti Adam Smith dalam buku karangannya yang berjudul An Inguiry into the Nature and Causes of the Wealt Nations, menganalisis sebab berlakunya pertumbuhan ekonomidan factor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Setelah Adam Smith, beberapa ahli ekonomi klasik lainnya seperti Ricardo, Malthus, Stuart Mill, juga membahas masalah perkembangan ekonomi . A.Teori Inovasi Schum Peter Pada teori ini menekankan pada faktor inovasi enterpreneur sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi kapitalilstik.Dinamika persaingan akan mendorong hal ini. B.Model Pertumbuhan Harrot-Domar Teori ini menekankan konsep tingkat pertumbuhan natural.Selain kuantitas faktor produksi tenaga kerja diperhitungkan juga kenaikan efisiensi karena pendidikan dan latihan.Model ini dapat menentukan berapa besarnya tabungan atau investasi yang diperlukan untuk memelihar tingkat laju pertumbuhan ekonomi natural yaitu angka laju pertumbuhan ekonomi natural dikalikan dengan nisbah kapital-output. C.Model Input-Output Leontief. Model ini merupakan gambaran menyeluruh tentang aliran dan hubungan antarindustri. Dengan menggunakan tabel ini maka perencanaan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan secara konsisten karena dapat diketahui gambaran hubungan aliran input-output antarindustri. Hubungan tersebut diukur dengan koefisien input-output dan dalam jangka pendek/menengah dianggap konstan tak berubah . D.Model Pertumbuhan Lewis Model ini merupakan model yang khusus menerangkan kasus negar sedang berkembang banyak(padat)penduduknya.Tekanannya adalah pada perpindahan kelebihan penduduk disektor pertanian ke sektor modern kapitalis industri yang dibiayai dari surplus keuntungan. E.Model Pertumbuhan Ekonomi Rostow Model ini menekankan tinjauannya pada sejarah tahp-tahap pertumbuhan ekonomi serta ciri dan syarat masing-masing. Tahap-tahap tersebut adalah tahap masyarakat tradisional, tahap prasyarat lepas landas, tahap lepas landas, ahap gerakan ke arah kedewasaan, dan akhirnya tahap konsimsi tinggi.
C. NEGARA BERKEMBANG DAN FAKTOR PERTUMBUHANNYA
- Ciri-ciri negara sedang berkembang
- Tingkat pendapatan rendah,sekitar US$300 perkapita per tahun.
- Jumlah penduduknya banyak dan padat perkilo meter perseginya.
- Tingkat pendidikan rakyatnya rendah dengan tingkat buta aksara tinggi.
- Sebagian rakyatnya bekerja disektor pertanian pangan secara tak produktif,sementara hanya sebagian kecil rakyatnya bekerja disektor industri.Produktifitas kerjanya rendah.
- Kuantitas sumber-sumber alamnya sedikit serta kualitasnya rendah.Kalau mempunyai sumber-sumber alam yang memadai namun belum diolah atau belum dimanfaatkan.
- Mesin-mesin produksi serta barang-barang kapital yang dimiliki dan digunakan hanya kecil atau sedikit jumlahnya.
- Sebagian besar dari mereka merupakan negara-negara baru diproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan kira-kira satu atau dua dekade.
- Transisi kependudukan Yang mencerminkan kenaikan taraf hidup rakyat di suatu negara adalah besarnya tabungan dan akumulasi kapital dan laju pertumbuhan penduduknya. Laju pertumbuhan yang sangat cepat di banyak negara sedang berkembang nampaknya disebabkan oleh fase atau tahap transisi demografi yang dialaminya. Negara-negara sedang berkembang mengalami fase transisi demografi di mana angka kelahiran masih tinggi sementara angka kematian telah menurun. Kedua hal ini disebabkan karena kemajuan pelayanan kesehatan yang menurun angka kematian balita dan angka tahun harapan hidup. Ini terjadi pada fase kedua dan ketiga dalam proses kependudukan. Umumnya ada empat tahap dalam proses transisi, yaitu: Tahap
- Masyarakat pra-industri, di mana angka kelahiran tinggi dan angka kematian tinggi menghasilkan laju pertambahan penduduk rendah; Tahap
- Tahap pembangunan awal, di mana kemajuan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik menghasilkan penurunan angka kelahiran tak terpengaruh karena jumlah penduduk naik. Tahap
- Tahap pembangunan lanjut, di mana terjadi penurunan angka kematian balita, urbanisasi, dan kemajuan pendidikan mendorong banyak pasangan muda berumah tangga menginginkan jumlah anak lebih sedikit hingga menurunkan angka kelahiran. Pada tahap ini laju pertambahan penduduk mungkin masih tinggi tetapi sudah mulai menurun; Tahap
- Kemantapan dan stabil, di mana pasangan-pasangan berumah tangga melaksanakan pembatasan kelahiran dan mereka cenderung bekerja di luar rumah. Banyaknya anak cenderung hanya 2 atau 3 saja hingga angka pertambahan neto penduduk sangat rendah atau bahkan mendekati nol.
- Faktor penggerak pertumbuhan ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan Dua hal esensial harus dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi adalah, pertama sumber-sumber yang harus digunakan secara lebih efisien. Ini berarti tak boleh ada sumber-sumber menganggur dan alokasi penggunaannya kurang efisien.Yang kedua, penawaran atau jumlah sumber-sumber atau elemen-elemen pertumbuhan tersebut haruslah diusahakan pertambahannya.Elemen-elemen yang memacu pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sebagai berikut.
- Sumber-sumber Alam Elemen ini meliputi luasnya tanah, sumber mineral dan tambang, iklim, dan lain-lain. Beberapa negara sedang berkembang sangat miskin akan sumber-sumber alam, sedikitnya sumber-sumber alam yang dimiliki meruoakan kendala cukup serius. Dibandingkan dengan sedikitnya kuantitas serta rendahnya persediaan kapital dan sumber tenaga manusia maka kendala sumber alam lebih serius.
- Sumber-sumber Tenaga Kerja Masalah di bidang sumber daya manusia yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkambang pada umumnya adalah terlalu banyaknya jumlah penduduk, pendayagunaannya rendah, dan kualitas sumber-sumber daya tenaga kerja sangat rendah.
- Kualitas Tenaga Kerja yang Rendah Negara-negara sedang berkembang tak mampu mengadakan investasi yang memadai untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia berupa pengeluaran untuk memelihara kesehatan masyarakat serta untuk pendidikan dan latihan kerja.
- Akumulasi Kapital Untuk mengadakan akumulasi kapital diperlukan pengorbanan atau penyisihan konsumsi sekarang selama beberapa decade. Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan. Akumulasi kapital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastik dan sebagainya; tetapi juga meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian. Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena, pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan barang-barang kapital berupa mesi-mesin dan peralatan produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum dan lain-lain. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami.
- Peranan penting pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi
- Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial, politik, dan ekonomi. Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam negeri.
- Ketidakmampuan atau kelemahan setor swasta melaksanakan fungsi entreprenurial yang bersedia dan mampu mengadakan akumulasi kapital dan mengambil inisiatif mengadakan investasi yang diperlukan untuk memonitori proses pertumbuhan.
- Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil akumulasi kapital dan investasi yang dilakukan terutama oleh sektor swasta yang dapat menaikkan produktivitas perekonomian.
- Rendahnya tabungan-investasi masyarakat (sekor swasta) merupakan pusat atau faktor penyebab timbulnya dilema kemiskinan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Seperti telah diketahui hal ini karena rendahnya tingkat pendapatan dan karena adanya efek demonstrasi meniru tingkat konsumsi di negara-negara maju olah kelompok kaya yang sesungguhnya bias menabung.
- Hambatan sosial utama dalam menaikkan taraf hidup masyarakat adalah jumlah penduduk yang sangat besar dan laju pertumbuhannya yang sangat cepat.
- Pemerintah dapat menciptakan semangat atau spirit untuk mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak hanya memerlukan pengembangan faktor penawaran saja, yang menaikkan kapasitas produksi masyarakat, yaitu sumber-sumber alam dan manusia, kapital, dan teknologi;tetapi juga faktor permintaan luar negeri. Tanpa kenaikkan potensi produksi tidak dapat direalisasikan.
- .Strategi pertumbuhan ekonomi
- Industrialisasi Versus Pembangunan Pertanian Pembangunan pertanian bersifat menggunakan teknologi padat tenaga kerja dan secara relatif menggunakan sedikit kapital; meskipun dalam investasi pada pembuatan jalan, saluran dan fasilitas pengairan, dan pengembangan teknologinya. Kenaikan produktivitas sektor pertanian memungkinkan perekonomian dengan menggunakan tenaga kerja lebih sedikit menghasilkan kuantitas output bahan makanan yang sama. Dengan demikian sebagian dari tenaga kerja dapat dipindahkan ke sektor industri tanpa menurunkan output sector pertanian. Di samping itu pembangunan atau kenaikkan produktivitas dan output total sektor pertanian akan menaikan pendapatan di sektor tersebut.
- Strategi Impor Versus Promosi Ekspor Stategi industrialisasi via substitusi impor pada dasarnya dilakukan dengan membangun industri yang menghasilkan barang-barang yang semula diimpor. Alternatif kebijakan lain adalah strategi industrialisasi via promosi ekspor. Kebijakan ini menekankan pada industrialisasi pada sektor-sektor atau kegiatan produksi da dalam negeri yang mempunyai keunggulan komparatif hingga dapat memproduksinya dengan biaya rendah dan bersaing dengan menjualnya di pasar internasional. Strategi ini secara relatif lebih sukar dilaksanakan karena menuntut kerja keras agar bisa bersaing di pasar internasional. Perlunya Disertivikasi Usaha mengadakan disertivikasi bagi negara-negara pengekspor utama minyak dan gas bumi merupakan upaya mempertahankan atau menstabilkan penerimaan devisanya.
D. ASPEK HUBUNGAN EKONOMI INTERNASIONAL DALAM PERTUMBUHAN EKONOMIPerluasan Perdagangan Negara-negara maju telah berkembang merupakan sumber atau pensupplai barang-barang kapital. Di samping itu mereka juga merupakan pasar yang luas dan cukup besar yang membeli ekspor hasil-hasil pertanian, pertambangan, bahan mentah, ataupun barang-barang manufaktur oleh negara-negara sedang berkembang. Penurunan harga di pasar dunia akan bahan-bahan mentah produk pertanian ataupun hasil pertambangan akan sama seperti halnya turunnya harga minyak bumi ataupun harga tembaga di pasaran internasional.
- Aliran Penanaman Modal (Investasi) Asing Aliran kapital atau investasi asing dari luar negeri baik oleh sector pemerintah maupun swasta asing dapat merupakan suplemen atau pelengkap bagi usaha pemecahan lingkaran setan kemiskinan. Penanaman modal asing banyak bergerak di sektor eksplorasi sumber alam berupa pertambangan, kehutanan, perikanan, dan juga di sektor manufacturing.
- Bantuan Luar Negeri Berupa Hadiah dan Pinjaman Bantuan asing bisa diberikan secara langsung atau melalui lembaga keuangan internasional. Contoh bantuan langsung berupa hadiah atau pinjaman yang diberikan oleh US-AID (United State Agency for International Development), suatu lembaga bantuan luar negeri pemerintah Amerika Serikat, atau dari badan-badan luar negeri yang serupa dari negara-negara maju telah berkembang lainnya.
CAMPUR TANGAN PEMERINTAH TERHADAP SEKTOR PUBLIK
1. Pendahuluan
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kekayaan negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit – Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA–SAFP) tahun 1996 oleh BPKP dengan keputusan Kepala BPKP No. Kep-378/K/1996. SA-APFP secara garis besar mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia. Penyelenggaraan auditing sektor publik atau pemerintahan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP). BPKP merupakan suatu badan yang dibentuk oleh lembaga eksekutif negara (presiden), yang bertugas untuk mengawasi dana untuk penyelenggaraan pembangunan negara yang dilakukan pemerintah dan bertangungg jawab atas tugasnya pada pemerintah juga. Penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang bertumpu pada sistem Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD) berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990 masih terlalu sederhana. Pemakaian uang yang digunakan dalam proses penyelenggaaraan pemerintahan mengacu pada APBN atau APBD dan pertanggungjawabannya hanya menyangkut pada berapa uang yang diterima dan berapa uang digunakan. Jadi, ada suatu kecederungan bahwa penggunaaan dana bertumpu pada proses keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran uang saja. Dalam melaksanakan audit di sektor publik (pemerintahan) perlu pembentukan suatu lembaga audit yang independen yang benar-benar mempunyai integritas yang bisa dipertanggungjawabkan kepada pihak publik. Oleh karenanya lembaga auditor tersebut setidaktidaknya bernaung di bawah lembaga legislatif negara ataupun merupakan lembaga profesional independen yang keberadaan mandiri, seperti akuntan publik. Peraturan yang dikembangkan dalam Standar Auditing Sektor Publik harus terbentuk oleh suatu lembaga ataupun badan yang berdiri sendiri dan terlepas dari praktik pengauditan, sebagai contoh organisasi AAA (American Accountant Association) yang berada di Amerika. Keberadaan IAI di Indonesia masih belum mampu menjamin independensi Akuntan Publik terhadap opini yang diberikan kepada kliennya. Hal ini bisa terjadi karena IAI telah membentuk Dewan SAK, dimana masih ada anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik. Dengan kata lain, adanya kepentingan pribadi anggota IAI yang berkaitan dengan bisnisnya sebagai akuntan publik akan berpengaruh terhadap independensi dalam penetapan Standar Audit yang dikembangkan di Indonesia. Begitu pula untuk sektor publik yang menyangkut dana masyarakat yang cukup besar seharusnya mendapatkan pengawasan memadai yang mampu menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana tersebut. Penetapan Standar Audit di sektor publik ini harus dibentuk oleh suatu badan yang terlepas dengan kepentingan pribadi ataupun golongan. Negara Amerika dan Inggris pada tiaptiap sektor publik atau departemen-departemen pemerintahan dalam menjalankan roda administrasi keuangan telah diawasi oleh badan yang berupa Comptroller and Auditor General (C&AG). Untuk menjaga independensi dan integritas dalam melaksanakan tugas dari pihak publik atau masyarakat, maka badan tersebut bernaung di bawah lembaga legislatif negara. Laporan hasil kerja C&AG nantinya diberikan oleh pihak legislatif untuk melihat sejauh mana pelaksanaan penggunaan uang negara oleh pihak pemerintah (eksekutif). Tanggung jawab sepenuhnya C&AG atas pelaksanaan tugas adalah kepada publik melalui para wakil yang berada di lembaga legislatif. Oleh karena itu, lembaga legislatif harus memerintahkan suatu badan independen untuk menyusun suatu peraturan audit (Audit Act) yang menerbitkan suatu standar audit sektor publik. Berlakunya Standar Audit-Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP) tahun 1996 oleh BPKP atas perintah Presiden RI melalui Kepres No. 31, Tahun 1983 dan Inpres No. 15, Tahun 1983. Kalau kita melihat dari sini, tampak rancu karena eksekutif merupakan pihak yang diperiksa, tetapi di sisi lain dia menerbitkan peraturan untuk dirinya sendiri.
2. TINJAUAN TEORI
Untuk melihat lebih jauh bagaimana pengembangan audit sektor publik setidaknya kita bisa melihat sedikit gambaran mengenai SA-APFP. Secara garis besar SA-APFP 1996 telah mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah diterbitkan oleh IAI. Berdasarkan fakta tersebut ada beberapa hal yang menjadi sorotan penulis untuk pengembangan dan perbaikan audit sektor publik, maka isi dari Standar Audit Sektor Publik (Pemerintahan) harus meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Kualitas sumber daya manusia pada auditor pemerintah.
Auditor di sektor pemerintah status kepegawaiannya adalah pegawai negeri. Dalam perekrutannya sepenuhnya dipengaruhi oleh campur tangan pemerintah. Sebagaimana kita lihat pada masa jayanya orde baru berkuasa, perekrutan pegawai negeri khususnya auditor BPKP banyak yang kurang memenuhi persyaratan dalam segala hal. Selain pengaruhnya yang begitu kuat, maka dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor pemerintah (BPKP) sangat dipengaruhi oleh dominannya kekuasan pemerintah. Kecenderungan ini membuat profesionalitas seorang auditor pemerintah sangat diragukan.
2. Landasan hukum
Langkah awal untuk melaksanakan audit atau pemeriksaan di sektor pemerintah (publik) harus mengacu pada suatu pijakan hukum yang benar. Selama ini yang kita lihat auditor yang menjalankan tugas bertolak pada Kepres dan Inpres. Di sini tampak jelas bahwa auditor sektor publik diciptakan oleh pihak eksekutif dan bekerja untuk mengawasi pihak eksekutif pula. Dengan demikian, tanggung jawab yang dipikul auditor sektor publik bukan kepada publik atau masyarakat melainkan kepada pihak pemerintah. Untuk menindaklanjuti landasan hukum yang mengatur auditor dengan segala tanggung jawabnya harus didasarkan pada suatu lembaga yang merupakan wakil dari rakyat untuk mengatur segala kepentingan masyarakat.
3. Keahlian
Untuk menunjang proses pemeriksaan yang memadahi setidak-tidaknya harus dilakukan oleh seorang atau kelompok yang mempunyai suatu keahlian khusus di bidangnya. Di sector privat proses audit perusahaan dilakukan oleh akuntan intern (internal auditor) atau akuntan publik (eksternal auditor) yang telah dianggap mampu. Maksudnya adalah auditor yang telah bersertifikat dan mempunyai izin praktik sebagai akuntan publik atau akuntan intern. Kalau kita mengacu pada negara Amerika dan negara barat lainnya, seseorang yang menjadi auditor di sektor privat harus mempunyai CPA atau kalau di sektor akuntansi manajemen dengan CMA-nya atau juga Certified of Internal Audior (CIA) untuk auditor internal, sehingga kemampuannya tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, auditor di sector publik kiranya perlu juga mempunyai sertifikat khusus yang menjamin keahlian profesinya di sektor publik.
4. Lingkup audit
Audit sektor publik (pemerintahan) harus mencakup audit keuangan dan audit operasional. Sektor penggunaan keuangan untuk menjalankan pemerintahan perlu mendapatkan perhatian yang cukup mendalam karena dana yang digunakan sektor ini cukup besar dan mencakup hajat hidup orang banyak. Dasar penyelenggaraan administrasi keuangan jangan hanya bertumpu pada penggunaan dana berimbang dengan berpedoman pada APBN atau APBD. Lebih jauh dari itu, aset yang dimiliki negara kita ini cukup banyak sehingga sistem administrasi keuangan harus diubah dalam bentuk yang baru dan mempunyai akuntabilitas. Tugas auditor selain mengaudit sektor keuangan perlu juga memperhatikan audit pada sektor operasional. Perhatian auditor akan berkembang pada audit manjemen, audit kinerja, audit terpadu, audit efisiensi dan efektivitas serta berkembang menjadi audit value for money (value for money auditing) atau secara komprehensif. Penilaian-penilaian yang dilakukan nantinya harus menuju ke arah penilaian atas ketaatan terhadap kebijakan manajemen, penilaian atas kewajaran penyajian laporan keuangan, penilaian ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, penilaian efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pemerintahan.
- 5. Independensi
Secara teori independensi meliputi dua aspek, yaitu independence in fact dan independence in appearance. Penekanan independence in fact terletak pada independen yang sesungguhnya yang meliputi bagaimana kinerja para praktisi individu dalam menjalankan tugasnya. Hal ini meliputi sikap independensi para praktisi dalam merencanakan program audit, kinerja auditor dalam memverifikasi pekerjaan dan menyiapkan laporannya. Sebaliknya, penekanan pada independence in appearance adalah bagaimana auditor bertindak sebagai suatu kelompok profesional yang cukup independen dalam menemukan bukti-bukti audit. Sebagai sekelompok yang profesional, auditor harus menghindari praktikpraktik yang menyebabkan independensi itu berkurang yang nanti akan berpengaruh pada opini yang dibuat. Masalah independensi auditor, terutama pada auditor sektor publik merupakan hal yang menjadi sorotan pertama bagi auditor. Hal itu terjadi karena posisi dan keberadaan seorang atau sekelompok auditor sektor publik harus mendapatkan jalan pemecahan yang baik. Praktik di Indonesia, auditor dari BPKP sering kali terlihat tidak mempunyai kekuatan dalam mengungkapkan hasil temuannya. Penyebab utama masalah ini adalah karena independensi sebagai auditor tidak berada pada posisi yang netral.
6. Standar Pelaporan
Untuk menindaklanjuti hasil pekerjaannya auditor tentunya menyusun pekerjaannya dalam suatu laporan audit. Laporan audit yang disusun oleh auditor sektor publik (auditor BPKP) berpedoman pada SA-APFP. Padahal SA-APFP sendiri mengacu pada SPAP, sedangkan SPAP berpegang pada Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum (GAAP) dengan berpegang pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Belum adanya Standar Akuntansi Pemerintahan ataupun Standar Akuntansi Sektor Publik merupakan hal yang aneh apabila kita menyusun laporan berdasarkan SA-APFT tersebut. Masih primitifnya akuntansi pemerintahan di Indonesia setidaknya harus mendapatkan perhatian yang cukup mendalam oleh para praktisi dan akademisi dalam memecahkan masalah ini. Laporan audit pemerintahan menjadi layak dan andal apabila sebelumnya ada suatu Standar Akuntansi Pemerintahan (Sektor Publik) yang mempu menjabarkan aset, kewajiban, dan ekuitas yang dipunyai oleh negara beserta penjabaran income negara dengan selayaknya.
7. Distribusi Pelaporan
Agar ada tindak lanjut dari laporan audit sektor publik, seharusnya laporan audit tersebut didistribusikan kepada publik untuk bisa mengevaluasi hasil kinerja pemerintah. Dalam hal ini yang bertindak tentunya adalah wakil rakyat yang tertampung dalam DPRD sehingga mengetahui seberapa jauh pihak eksekutif mengemban tanggung jawab yang dipikulnya.
3. PEMBAHASAN
Adanya dampak yang ditimbulkan oleh perkembangan audit sektor publik, kita pertama kali seharusnya mampu mengembangkan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Apabila kita berpikir jauh ke depan mengenai audit sektor publik, maka kita harus mempunyai suatu aturan main dalam sistem dan standar akuntansi sektor publik yang lebih maju pula. Di Amerika standar akuntansi pemerintahan telah tertuang dalam Governmental Accounting Standards Board (GASB). GASB ini terbentuk oleh Committee on Accounting in the Public Sector yang merupakan komite dari AAA. Komite ini selalu berpikir ke arah depan agar semua masalah yang
berkenaan dengan akuntansi pemerintahan di Amerika selalu tanggap dengan situasi zaman. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa akuntansi pemerintahan di Indonesia hanya mengacu pada APBN/APBD yang pengelolaan dananya menggunakan pembukuan dengan istilah Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD). Selain pembukuan ini hanya bertumpu pada cash basis, tetapi sistemnya sangat sederhana. Sistem tersebut sudah tidak mampu menampung masalah-masalah dalam kondisi sekarang. Untuk itu perlu adanya perbaikan akuntansi pemerintahan di Indonesia yang meliputi hal-hal berikut.
1. Sistem Akrual (Accrual System)
Kekayaan yang dimiliki oleh negara atau masyarakat cukup besar yang penggunaannya meliputi pengeluaran dan pemasukannya tentunya harus memerinci mengenai aset, kewajiban dan ekuitas. Dengan demikian, pendekatan sistem yang dikembangkan harus mengarah pada sistem akrual seperti yang dikembangkan oleh Couply Paul A. dan kawan kawan dalam tulisannnya di Accounting Horizon, September 1997 (lihat lampiran).
2. Perlu dibentuk komite khusus yang menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan
Pengembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sebaiknya mencontoh di Amerika dengan membentuk suatu komite yang berada di bawah IAI. Hal ini akan menyebabkan independensi penyusun standar tersebut akan mengarah pada independensi dan integritas yang lebih baik daripada sebelumnya. Akibatnya aset negara yang demikian besarnya akan terlindung dari perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan negara dalam jumlah yang besar.
3. Standar Akuntansi harus disusun per sektor.
Banyak bagian atau departemen yang ada di pemerintahan menjadikan perhatian pengembangan standar akuntansi pemerintahan. Mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) telah mengatur standar untuk tiap jenis usaha tertentu, misalnya perbankan, pertambangan, koperasi, dan lainnya. Demikian pula untuk sektor pemerintahan banyak departeman yang ada dalam pemerintahan juga harus mempunyai aturan main yang berbedabeda dalam mengatur administrasi keuangannya. Dengan adanya standar yang memadai maka aset negara yang begitu besar jumlahnya tentu akan terkontrol oleh publik dengan baik.
4. SIMPULAN
Atas dasar uraian yang sebelumnya dapat disimpulkan bahwa untuk memperbaiki audit sektor publik di Indonesia, yang harus diperhatikan pertama kali adalah perbaikan pada system dan standar akuntansi pemerintahan oleh badan yang independen yang mendapat mandat dari lembaga eksekutif negara. Langkah berikutnya baru melakukan perbaikan pada sistem dan standar audit, yang proses pembentukannya mengacu pada akuntansi pemerintahan juga. Dengan
demikian, akan diperoleh hasil yang memuaskan dan jaminan keamanan aset negara bias dilaksanakan dengan baik. Saran penulis untuk perbaikan audit sektor publik dan akuntansinya, hendaknya dilakukan secepatnya. Hal ini disebabkan karena kondisi sekarang dianggap mendesak dan asset negara sudah banyak yang hilang tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Dengan adanya audit sektor publik dan akuntansi sektor publik yang baru diharapkan mampu melakukan pengelolaan dan perlindungan terhadap aset negara yang memadai. Berdasarkan hal ini akan tercipta suatu tatanan baru dalam pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah pada Sektor publik dan RAPBN
- 1. Penerimaan Pemerintah
Dalam menerapkan kebijakan anggaran baik anggaran defisit maupun anggaran surplus, tidak terlepas dari peran pajak sebagai sumber pendapatan utama. Dalam penerapan anggaran surplus, pemerintah dapat meningkatkan pajak khususnya pajak penghasilan atau pajak tidak dinaikkan tetapi pengeluaran pemerintah dikurangi. Begitu juga dalam penerapan anggaran defisit, pemerintah dapat menurunkan tingkat pajak sehingga konsumsi masyarakat dapat meningkat dan gairah usaha juga meningkat.
Dalam struktur pendapatan negara, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) didominasi oleh penerimaan dari sumber daya alam migas. Perkembangan dan kontribusi PNBP terhadap pendapatan negara dipengaruhi oleh perkembangan harga minyak mentah di pasar internasional dan perubahan nilai tukar (kurs) yang keduanya sangat rentan terhadap perubahan kondisi berbagai faktor eksternal.
- 2. Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran rutin digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Selain itu, pengeluaran pembangunan digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan umum baik pembangunan secara fisik maupun non fisik.
Penelitian Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006)
Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) menyatakan bahwa banyak investigasi dan penelitian tentang hubungan pengeluaran pemerintah dan investasi swasta telah dilakukan dan di publikasikan. Ada beberapa hasil penelitian yang dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama yang menyatakan bahwa tingginya pengeluaran pemerintah akan menyingkirkan investasi swasta (efek dari crowding out). Kedua menjelaskan hubungan antara ukuran disaggregate pengeluaran pemerintah dan investasi swasta menggunakan analisis disagregate. Ketiga menyatakan peningkatan pengeluaran pemerintah akan menarik keluar investasi swasta.
Erdal Karago and Kerim Ozdemir (2006) menggunakan metode estimasi maksimum (Johansen & Juselius, 1990) untuk menguji cointegration. Mempertimbangkan VAR dan corresponding VECM,
Dimana X = investasi swasta (PI), GE = pengeluaran pemerintah, dan Y = GDP Riil. Berdasarkan data di Turki periode 1967-2001, semua variabel ditransformasi ke log seperti LPI< LGE dan LY. Data GDP diperoleh dari State Planning Organisation, Economic and Social Indicators: 1950-2000. Deflator GNP (1987=100%) digunakan untuk mendeflasi variabel. Impulse response analysis juga digunakan untuk menguji interrelationship antar variabel dan menilai penyesuaian keseimbangan jangka panjang. Fungsi ini menunjukkan efek dinamis dari government expenditure shock terhadap variabel lain.
Hasil penelitian mengindikasikan: Ada satu persamaan cointegrasi LPI = -22,444 -0,212LGE +2,306LY. Disamping itu juga ditemukan ada hubungan negatif jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dan investasi swasta di Turki. iperkirakan pengeluaran pemerintah men-Crowding-out investasi swasta. Pengeluaran pemerintah adalah suatu faktor pembatas terhadap investasi swasta di Turkey. Kejutan (shock) dari pengeluaran pemerintah akan mempunyai efek negatif pada investasi swasta. Pengeluaran pemerintah memiliki efek negatif pada investor swasta dan pengembangan ekonomi Turkey. Fungsi impulse respon, menunjukkan respon negatif pada investasi swasta untuk one standard deviation shock pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah merupakan substitusi investasi swasta.
.(Dikutip dari Erdal Karago and Kerim Ozdemir, Government Expenditures and Private Invetment: Evidence from Turkey. The Middle East Business and Economic Review, Volume 18, No. 2, December 2006, Page 33)
Pengeluaran Pemerintah dan Crowding Out
Beberapa teori ekonomi menyatakan pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi tingkat output nasional. Pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi akan meningkatkan ouput agregat (Dornbusch, 2001)
Defisit anggaran pemerintah merupakan hal yang normal. Yang penting adalah sebarapa lama angaran pemerintah akan menjadi surplus kembali. Secara umum sedikit surplus akan dicapai pada tahun-tahun boom dan sedikit defisit dapat terjadi pada tahun-tahun resesi. Ketika perekonomian mengalami resesi atau tumbuh lambat, mungkin pajak dapat dikurangi dan pengeluaran pemerintah ditambah agar dapat meningktkan output. (Dornbusch et al, 2001).
Namun di sisi lain, kenaikan pengeluaran pemerintah dapat menghambat laju invetasi. Crowding Out terjadi ketika kebijakan fiskal ekspansioner menyebabkan suku bunga naik sehingga mengurangi pengeluaran swasta terutama investasi swasta (Dornbusch et al, 2001)..
Seberapa serius kita menghadapi crowding out? Dornbush, et al, (2001) mengajukan tiga point penting dalam menghadapi crowding out ini. Pertama, pada kondisi ekspansi fiskal yang meningkatkan permintaan, maka perusahaan dapat diminta merekrut lebih banyak pekerja untuk meningkatkan output mereka. Kedua kenaikan permintaan aggregate akan menaikkan pendapatan dan selanjutnya dapat meningkatkan tabungan. Ekspansi tabungan ini dapat membiayai defisit anggaran tanpa menyentuh pengeluaran swasta. Ketiga selama ekspansi fiskal, penawaran uang dinaikkan oleh otoritas moneter (monnetary acomodation) agar mencegah kenaikan suku bunga.
PENERIMAAN PEMERINTAH : PRINSIP-PRINSIP PERPAJAKAN
- Insidens Pajak Anggaran Berimbang (Balanced-Budget Incidence). Pengaruh distributif suatu pajak terhadap pengeluaran pemerintah yang dibiayai dari penerimaan-penerimaan pajak dalam jumlah yang sama.
- Insidens Pajak Diferensial (Differential Incidence). Menganalisis berbagai alternatif pembiayaan dengan menggunakan pajak terhadap suatu program pemerintah.
- Insidens Pajak Absolut (Absolute Incidence). Analisis ini melihat pengaruh suatu jenis pajak (misalnya pajak pendapatan) terhadap distribusi pendapatan masyarakat tanpa melihat efek distributif efek distributif dari suatu program pemerintah (pengeluaran pemerintah) atau jenis-jenis pajak lainnya.
TEORI PENGELUARAN PEMERINTAH
- Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes
Penurunan dalam pengeluaran pemerintah dan peningkatan dalam pajak dari aliran sirkulasi pendapatan nasional akan mengurangi permintaan agregat dan melalui proses pengganda (multiplier) akan memberikan penurunan tekanan inflasi ketika perekonomian mengalami peningkatan kegiatan yang berlebihan (over-heating). Peningkatan dalam pengeluaran pemerintah dan penurunan dalam pajak, maka suatu suntikan (injection) ke dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional akan menaikkan permintaan aggregat dan melalui efek pengganda menciptakan tambahan lapangan pekerjaan (Kamaluddin, 1999).
- Pembangunan dan Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Rostow, Musgrave menghubungkan perkembang-an pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang terdiri dari :
Tahap awal : perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pemerintah harus menyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya. Tahap menegah : Investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Tahap lanjut Pembangunan ekonomi dan aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan tahap menengah dan tahap lanjut.
- Hukum Wagner
Wagner menyatakan dalam suatu perkonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya (Mangkoesoebroto,2001).
- Teori Peacock dan Wiseman
Adanya perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.
Analisa RAPBN dari sudut Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan
Dari perkembangan keadaan ekonomi global pada awal tahun 2008 dan perkembangan harga minyak dunia pada triwulan I 2008 yang mengalami perubahan yang cukup drastis dimana harga minyak mencapai US$ 147/barel memaksa pemerintah untuk melakukan revisi APBN 2008 pada awal pelaksanaannya, suatu hal yang belum pernah terjadi terhadap APBN yang dilakukan perubahan diawal tahun.
Kemudian badai krisis finansial Amerika tak hanya berhenti disitu, pada awal triwulan III tahun 2008 beberapa lembaga keuangan USA mengalami kebangkrutan, akan tetapi sebaliknya perkembangan harga minyak dunia malah mengalami penurunan yang diakibatkan turunnya permintaan minyak dari USA karena sedang mengalami kelesuan ekonomi yang tentunya penurunan harga minyak tersebut membawa angin segar bagi Indonesia dimana subsidi BBM yang sebelumnya memaksa pemerintah melakukan perubahan APBN diawal tahun dapat berkurang, tetapi penurunan harga minyak juga akan mempengaruhi bagi hasil Migas yang mengecil. Hal -hal tersebut merupakan suatu ketidakpastian yang cukup tinggi karena berkaitan dengan keadaan geopolitik regional.
Pendapatan
Melihat struktur APBN-P 2008 dan RAPBN 2009 terutama dari sisi pendapatan negara dan hibah yang mencapai nilai diatas Rp.1.000 trilyun merupakan pengaruh dari kenaikan harga minyak dan meningkatnya harga komoditas pangan di pasar dunia sehingga berpengaruh kepada penerimaan pajak dan kontribusi BUMN kepada pemerintah yang semakin meningkat.
Tidak hanya itu kebijakan dalam kemudahan pajak dan revisi atas UU KUP 2007 yang memberlakukan sunset policy kepada WP yang beritikad baik untuk membayar pajak juga diharapkan akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Mengenai target pendapatan penerimaan negara yang 97% disumbang dari penerimaan pajak seharusnya masih dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan administrasi dan kepatuhan WP dalam membayar pajak
Pemerintah juga harus dapat menciptakan iklim investasi dalam negeri yang menarik bagi para investor sehingga bersedia untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan sejalan dengan meningkatnya investasi tersebut diharapkan terjadi peningkatan dalam sektor penerimaan perpajakan.
Belanja
Dilihat dari prioritas belanja pemerintah dalam tahun 2008 yang menekankan pada percepatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, maka pemerintah lebih memprioritaskan alokasi dana untuk peningkatan investasi, pengurangan pengangguran dan peningkatan sarana pendidikan sudah cukup tepat untuk dilaksanakan.
Kemudian proritas pembangunan nasional 2009 yang masih mengambil tema peningkatan kesejahtreraan rakyat dan pengurangan kemiskinan dengan pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan sudah cukup tepat. Diharapkan apabila ketahanan pangan dapat terjaga maka diharapkan sektor riil di Indonesia tidak terlalu terpengaruh akan krisis finansial global. Karena pemicu terjadinya inflasi di Indonesia sebenarnya bukan disebabkan berlebihnya peredaran uang di masyarakat tetapi lebih dipengaruhi kondisi sektor rill yang rentan akan pengaruh dari luar dimana Indonesia masih terlalu bergantung kepada impor atas komoditi pokok.
Kebijakan alokasi belanja dimana diprioritaskian untuk memacu pertumbuhan (pro-growth), menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro-job), serta mengurangi kemiskinan (pro-poor), sehingga pengalokasian belanja lebih diutamakan untuk investasi, bantuan sosial, dan subsidi dengan tujuan menstabilkan harga barang/komoditas pokok dipasar diharapkan dapat menciptakan kemandirian sektor riil.
Pembiayaan
Besarnya pembiayaan ditentukan oleh kebutuhan pemerintah untuk menutup defisit APBN, investasi dan refinancing utang yang akan dilakukan pemerintah. Dalam penentuan besaran pembiayaan tersebut harus memperhatikan segala risiko fiskal yang akan terjadi di masa datang.
Kebijakan pembiayaan yang beralih dari penjualan asset dan restrukturisasi BUMN kepada pembiayaan yang bersumber dari utang dalam negeri melalui penerbitan SBN sebelumnya harus dipikirkan mengenai kemampuan membayar kembali utang tersebut dimasa datang sehingga utang yang diperoleh saat ini tidak mempengaruhi kemampuan fiskal pemerintah dimasa depan.
Beralihnya sumber pembiayaan dari non-utang tersebut, merupakan suatu keputusan yang tepat dimana semakin sedikitnya jumlah asset dan BUMN yang dapat diprivatisasi oleh pemerintah. Juga beralihnya pembiayaan yang bersumber dari utang dengan memprioritaskan utang yang bersumber dari dalam negeri didasarkan atas pertimbangan risiko ekternal yang dimiliki Indonesia yang cukup tinggi sehingga pemerintah memeprtimbangkan menjual SBN di dalam negeri agar tidak terpengaruh kepada nilai tukar valas. Selain itu pembiayaan yang bersumber dari utang harus dibarengi dengan pengelolaan utang yang hati-hati dan menganut prinsip Good Government.
KESIMPULAN
- Berdasarkan hasil uji Kausalitas Granger menunjukkan terjadi kausalitas satu arah antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah selama kurun waktu 1970-2004. Pola atau arah hubungan kausalitas adalah dari pengeluaran pemerintah ke penerimaan pemerintah. Tingginya penerimaan pemerintah tidak menyebabkan meningkatnya pengeluaran pemerintah, namun sebaliknya meningkatnya pengeluaran pemerintah mendorong meningkatnya penerimaan pemerintah (higher government expenditure leads to higher government revenue).
- Uji kointegrasi menunjukkan terdapat hubungan jangka panjang antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah, yang memberi arti bahwa dalam jangka panjang variasi perubahan pengeluaran pemerintah akan menciptakan variasi perubahan pada penerimaan pemerintah.
- Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel independen secara keseluruhan maupun secara parsial, berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pemerintah. pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan berpengaruh positif terhadap penerimaan pemerintah.
- Utang luar negeri berpengaruh positif terhadap penerimaan pemerintah, sedangkan utang dalam negeri berpengaruh negatif terhadap penerimaan pemerintah.
JENIS DAN FAKTOR PENYEBAB EKSTERNALITAS
A. JENIS-JENIS EKSTERNALITAS
Efisiensi alokasi sumberdaya dan distribusi konsumsi dalam ekonomi pasar dengan kompetisi bebas dan sempurna bisa terganggu, jika aktivitas dan tindakan invividu pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen mempunyai dampak (externality) baik terhadap mereka sendiri maupun terhadap pihak lain. Eksternalitas itu dapat terjadi dari empat interaksi ekonomi berikut ini :
a) Efek atau dampak satu produsen terhadap produsen lain (effects of producers on other producers).
b) Efek atau dampak samping kegiatan produsen terhadap konsumen (effects of producers on consumers)
c) Efek atau dampak dari suatu konsumen terhadap konsumen lain (effects of consumers on consumers)
d) Efek akan dampak dari suatu konsumen terhadap produsen (effects of consumers on producers)
1. Dampak Suatu Produsen Terhadap Produsen Lain
Suatu kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap produsen lain jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Dampak atau efek yang termasuk dalam kategori ini meliputi biaya pemurnian atau pembersihan air yang dipakai (eater intake clen-up cost) oleh produsen hilir (downstream producers) yang menghadapi pencemaran air (water polution) yang diakibatkan oleh produsen hulu (upstream producers). Hal ini terjadi ketika produsen hilir membutuhkan air bersih untuk proses produksinya. Dampak kategori ini bisa dipahami lebih jauh dengan contoh lain berikut ini. Suatu proses produksi (misalnya perusahaan pulp) menghasilkan limbah residu produk sisa yang beracun dan masuk ke aliran sungai, danau atau semacamnya, sehingga produksi ikan terganggu dan akhirnya merugikan produsen lain yakni para penangkap ikan (nelayan). Dalam hal ini, kegiatan produksi pulp tersebut mempunyai dampak negatif terhadap produksi lain (ikan) atau nelayan, dan inilah yang dimaksud dengan efek suatu kegiatan produksi terhadap produksi komoditi lain.
2. Dampak Produsen Terhadap Konsumen
Suatu produsen dikatakan mempunyai eksternal efek terhadap konsumen, jika aktivitasnya merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga (konsumen). Dampak atau efek samping yang sangat populer dari kategori kedua yang populer adalah pencemaran atau polusi. Kategori ini meliputi polusi suara (noise), berkurangnya fasilitas daya tarik alam (amenity) karena pertambangan, bahaya radiasi dari stasiun pembangkit (polusi udara) serta polusi air, yang semuanya mempengaruhi kenyaman konsumen atau masyarakat luas. Dalam hal ini, suatu agen ekonomi (perusahaan/produsen) yang menghasilkan limbah (waste products) ke udara atau ke aliran sungai mempengaruhi pihak dan agen lain yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, kepuasan konsumen terhadap pemanfaatan daerah-daerah rekreasi akan berkurang dengan adanya polusi udara.
3. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain
Dampak konsumen terhadap konsumen yang lain terjadi jika aktivitas seseorang atau kelompok tertentu mempengaruhi atau mengganggu fungsi utilitas konsumen yang lain. Konsumen seorang individu bisa dipengaruhi tidak hanya oleh efek samping dari kegiatan produksi tetapi juga oleh konsumsi oleh individu yang lain. Dampak atau efek dari kegiatan suatu seorang konsumen yang lain dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, bisingnya suara alat pemotong rumput tetangga, kebisingan bunyi radio atau musik dari tetangga, asap rokok seseorang terhadap orang sekitarnya dan sebagainya.
4. Dampak Konsumen Terhadap Produsen
Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Dampak jenis ini misalnya terjadi ketika limbah rumahtangga terbuang ke aliran sungai dan mencemarinya sehingga mengganggu perusahaan tertentu yang memanfaatkan air baik oleh ikan (nelayan) atau perusahaan yang memanfaatkan air bersih.
Lebih jauh Baumol dan Oates (1975) menjelaskan tentang konsep ekternalitas dalam dua pengertian yang berbeda :
a) Eksternalitas yang bisa habis (a deplatable externality) yaitu suatu dampak eksternal yang mempunyai ciri barang individu (private good or bad) yang mana jika barang itu dikonsumsi oleh seseorang individu, barang itu tidak bisa dikonsumsi oleh orang lain.
b) Eksternalitas yang tidak habis (an undeplate externality) adalah suatu efek eksternal yang mempunyai ciri barang publik (public goods) yang mana barang tersebut bisa dikonsumsi oleh seseorang, dan juga bagi orang lain. Dengan kata lain, besarnya konsumsi seseorang akan barang tersebut tidak akan mengurangi konsumsi bagi yang lainnya.
Dari dua konsep eketernalitas ini, eksternalitas jenis kedua merupakan masalah pelik/rumit dalam ekonomi lingkungan. Keberadaan eksternalitas yang merupakan barang publik seperti polusi udara, air, dan suara merupakan contoh eksternalitas jenis yang tidak habis, yang memerlukan instrumen ekonomi untuk menginternalisasikan dampak tersebut dalam aktivitas dan analisa ekonomi.
B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EKSTERNALITAS
Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumberdaya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemikiran atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang. Bagaimana mekanisme timbulnya eksternalitas dan ketidakefisienan dari alokasi sumber daya sebagai akibat dari adanya faktor di atas diuraikan satu persatu berikut ini.
1. Keberadaan Barang Publik
Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public good) didefinisikan sebagai barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat.
Kajian ekonomi sumber daya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada persoalan barang publik atau barang umum ini (common consumption, public goods, common property resource). Ada dua ciri utama dari barang publik ini. Pertama, barang ini merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan (joint supply) dan tidak bersaing dalam mengkonsumsinya (non-rivalry in consumption). Kedua adalah tidak ekslusif (non-exclusive) dalam pengertian bahwa penawaran tidak hanya diperuntukan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya. Barang publik yang berkaitan dengan lingkungan meliputi udara segar, pemandangan yang indah, rekreasi, air bersih, hidup yang nyaman dan sejenisnya.
Satu-satunya mekanisme yang membedakannya adalah dengan menetapkan harga (nilai moneter) terhadap barang publik tersebut sehingga menjadi barang privat (dagang) sehingga benefit yang diperoleh dari harga itu bisa dipakai untuk mngendalikan atau memperbaiki kualitas lingkungan itu sendiri. Tetapi dalam menetapkan harga ini menjadi masalah tersendiri dalam analisa ekonomi lingkungan. Karena ciri-ciri di atas, barang publik tidak diperjual belikan sehingga tidak memiliki harga, barang publik dimanfaatkan berlebihan dan tidak mempunyai insentif untuk melestarikannya. Masyarakat atau konsumen cendrung acuh tak acuh untuk menentukan harga sesungguhnya dari barang publik ini. Dalam hal ini, mendorong sebagian masyarakat sebagai “free rider”. Sebagai contoh, jika si A mengetahui bahwa barang tersebut akan disediakan oleh si B, maka si A tidak mau membayar untuk penyediaan barang tersebut dengan harapan bahwa barang itu akan disediakan oleh si B, maka si A tidak mau membayar untuk penyediaan barang tersebut dengan harapan bahwa barang itu akan disediakan oleh si B. Jika akhirnya si B berkeputusan untuk menyediakan barang tersebut, maka si A bisa ikut menikmatinya karena tidak seorangpun yang bisa menghalanginya untuk mengkonsumsi barang tersebut, karena sifat barang publik yang tidak ekslusif dan merupakan konsumsi umum. Keadaan seperti akhirnya cendrung mengakibatkan berkurangnya insentif atau rangsangan untuk memberikan kontribusi terhadap penyediaan dan pengelolaan barang publik. Kalaupun ada kontribusi, maka sumbangan itu tidaklah cukup besar untuk membiayai penyediaan barang publik yang efisien, karena masyarakat cendrung memberikan nilai yang lebih rendah dari yang seharusnya (undervalued).
2. Sumberdaya Daya Bersama
Keberadaan sumber daya bersama (common resources) atau akses terbuka terhadap sumber daya tertentu ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan barang publik di atas.
Sumber-sumber daya milik bersama, sama halnya dengan barang-barang publik, tidak ekskludabel. Sumber-sumber daya ini terbuka bagi siapa saja yang ingin memanfaatkannya, dan cuma-cuma. Namun tidak seperti barang publik, sumber daya milik bersama memiliki sifat bersaingan. Pemanfaatannya oleh seseorang, akan mengurangi peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Jadi, keberadaan sumber daya milik bersama ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan seberapa banyak pemanfaatannya yang efisien. Contoh klasik tentang bagaimana eksternalitas terjadi pada kasus sumberdaya bersama ini adalah seperti yang diperkenalkan oleh Hardin (1968) yang terkenal dengan istilah tragedi barang umum (the tragedy of the commons).
3. Ketidaksempurnaan Pasar
Masalah lingkungan bisa juga terjadi ketika salah satu partisipan didalam suatu tukar manukar hak-hak kepemilikan (property rights) mampu mempengaruhi hasil yang terjadi (outcome). Hal ini bisa terjadi pada pasar yang tidak sempurna (imperfect market) seperti pada kasus monopoli (penjual tunggal).
Ketidaksempurnaan pasar ini misalnya terjadi pada praktek monopoli dan kartel. Contoh konkrit dari praktek ini adalah Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dengan memproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit sehingga mengakibatkan meningkatnya harga yang lebih tinggi dari normal. Pada kondisi yang demikian akan hanya berakibat terjadinya peningkatan surplus produsen yang nilainya jauh lebih kecil dari kehilangan surplus konsumen, sehingga secara keseluruhan praktek monopoli ini merugikan masyarakat (worse off).
4. Kegagalan Pemerintah
Sumber ketidakefisienan dan atau eksternalitas tidak saja diakibatkan oleh kegagalan pasar tetapi juga karena kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan pemerintah banyak diakibatkan tarikan kepentingan pemerintah sendiri atau kelompok tertentu (interest groups) yang tidak mendorong efisiensi. Kelompok tertentu ini memanfaatkan pemerintah untuk mencari keuntungan (rent seeking) melalui proses politik, melalui kebijaksanaan dan sebagainya. Aksi pencarian keuntungan (rent seeking) bisa dalam berbagai bentuk :
a) Kelompok yang punya kepentingan tertentu (interest groups) melakukan loby dan usaha-usaha lain yang memungkinkan diberlakukannya aturan yang melindungi serta menguntungkan mereka.
b) Praktek mencari keuntungan bisa juga berasal dari pemerintah sendiri secara sah misalnya memberlakukan proteksi berlebihan untuk barang-barang tertentu seperti mengenakan pajak impor yang tinggi dengan alasan meningkatkan efisiensi perusahaan dalam negeri.
c) Praktek mencari keuntungan ini bisa juga dilakukan oleh aparat atau oknum tertentu yang mempunyai otoritas tertentu, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan bisa memberikan uang jasa atau uang pelicin untuk keperluan tertentu, untuk menghindari resiko yang lebih besar kalau ketentuan atau aturan diberlakukan dengan sebenarnya. Praktek mencari keuntungan ini membuat alokasi sumber daya menjadi tidak efisien dan pelaksanaan aturan-aturan yang mendorong efisiensi tidak berjalan dengan semestinya. Praktek jenis ini bisa mendorong terjadinya eksternalitas. Sebagai contoh, perusahaan A yang mengeluarkan limbah yang merusak lingkungan. Berdasarkan perhitungan atau estimasi perusahaan A harus mengeluarkan biaya (denda) yang besar (misalnya Rp. 1 milyar) untuk menanggulangi efek dari limbah yang dihasilkan itu. Pencari keuntungan (rent seeker) bisa dari perusahaan itu sendiri atau dari pemerintah atau oknum memungkinkan membayar kurang dari 1 milyar agar peraturan sesungguhnya tidak diberlakukan, dan denda informasi ini belum tentu menjadi reveneu pemerintah. Sehingga akhirnya dampak lingkungan yang seharusnya diselidiki dan ditangani tidak dilaksanakan dengan semestinya sehingga masalahnya menjadi bertambah serius dari waktu ke waktu.
- EKSTERNALITAS DALAM PRODUKSI
Perhatikanlah, bahwa dalam melangsungkan kegiatan produksinya, pabrik-pabrik aluminium itu menimbulkan polusi. Untuk setiap aluminium yang mereka produksi, sejumlah asap kotor yang mengotori atmosfer tersembur dari tanur pabrik-pabrik tersebut. Karena asap itu membahayakan kesehatan siapa saja yang menghirupnya, maka asap itu merupakan eksternalitas negatif dalam produksi aluminium. Bagaimana pengaruh eksternalitas negatif ini terhadap efisiensi hasil kerja pasar ?
Akibat adanya eksternalitas tersebut, biaya yang harus dipikul masyrakat yang bersangkutan secara keseluruhan dalam memproduksi aluminium lebih tinggi dari pada biaya yang dipikul oleh produsennya. Biaya sosial (social sost) untuk setiap unit aluminium yang diproduksikan, mencakup biaya produksi yang dipikul produsen – biasa disebut “biaya pribadi” (private cost) – plus biaya yang harus ditanggung oleh pihak lain yang ikut mengalami kerugian akibat polusi. Gambar 1-2 menunjukkan besarnya biaya sosial produksi aluminium. Kurva biaya sosial itu berada diatas kurva penawaran, karena di dalamnya tercakup pula biaya-biaya eksternal yang ditimpakan ke pundak masyarakat oleh para produsen aluminium. Nilai atas selisih atau jarak antara kedua kurva itulah yang mencerminkan biaya atau jumlah kerugian akibat polusi dari proses produksi aluminium.
Berapa banyak aluminium yang harus diproduksi (agar mencukupi kebutuhan aluminium, sekaligus tidak terlalu banyak menimbulkan polusi) ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, sekali lagi kita perlu membayangkan apa yang akan dilakukan oleh si pejabat pemerintah yang serba kuasa. Si pejabat ini ingin memaksimalkan surplus total yang dimunculkan pasar- yakni nilai bagi konsumen aluminium dikurangi biaya produksi aluminium. Namun ia juga mengetahui bahwa biaya produksi aluminium juga mencakup biaya-biaya eksternal seperti halnya polusi.
Perencana itu ingin mencapai tingkat produksi aluminium yang yang dilambangkan oleh titik perpotongan antara kurva permintaan dan kurva biaya sosial. Titik perpotongan inilah yang melambangkan jumlah produksi aluminium yang optimum bagi masyarakat secara keseluruhan. Si pejabat memang harus mencapai tingkat produksi itu, karena jika produksi ternyata dibawah tingkat itu, maka nilai aluminium bagi konsumennya (diukur oleh ketinggian kurva permintaan) akan melampaui biaya sosial produksinya (diukur oleh ketinggian kurva biaya sosial). Seandainya saja hal ini benar-benar terjadi, maka toleransi terhadap kelebihan produksi seperti polusi itu akan lebih besar sehingga polusi akan cenderung meningkat atau bahkan tidak terkendali. Sebaliknya, jika produksi melebihi tingkat optimum tersebut, maka biaya sosial produksi aluminium akan melebihi nilainya bagi konsumen. Andaikan hal ini yang terjadi, maka permintaan akan melemah, dan harga akan turun sehingga biaya produksi aluminium menjadi terlalu berat bagi produsen.
Perhatikanlah bahwa kuantitas produksi aluminium pada kondisi ekuilibrium, yakni QPASAR lebih besar dari pada kuantitas produksi yang secara sosial optimum atau QOPTIMUM Ini merupakan inefisiensi, dan penyebabnya adalah kuantitas produksi dalam kondisi ekuilibrium pasar itu hanya mencerminkan biaya produksi pribadi (yang hanya ditanggung produsen). Dalam ekuilibrium pasar tersebut, nilai aluminium bagi konsumen marginal lebih rendah dari pada biaya sosial produksinya. Artinya, pada QPASAR kurva permintaan terletak dibawah biaya kurva sosial. Pada situasi ini, penurunan konsumsi dan produksi aluminium hingga dibawah tingkat ekuilibriumnya, justru akan menikkan kesejahteraan ekonomi total (baik bagi konsumen maupun produsen).
Lalu bagaimana tingkat produksi optimum itu bisa dicapai ? Salah satu caranya adalah dengan mengenakan pajak kepada para produsen, atas setiap ton aluminium yang mereka jual. Pajak ini akan menggeser kurva penawaran aluminium ke atas, sebanyak besaran pajaknya. Jika pajak itu sesuai dengan nilai kerugian akibat asap, maka posisi kurva penawaran itu akan bersesuaian dengan kurva biaya sosial. Maka akan tercipta ekuilibrium baru di pasar, di mana tingkat produksi yang dilakukan para produsen akan optimum secara sosial.
Pengenaan pajak yang tepat itu dikatakan mampu menciptakan internalisasi eksternalitas (internalizing an externality), karena pajak tersebut memberi para konsumen dan produsen suatu insentif untuk memperhitungkan dampak-dampak eksternal dari tindakan-tindakan mereka. Produsen akan terdorong untuk menghitung biaya penanggulangan polusi sebagai bagian dari biaya produksi, sebelum mereka memutuskan kuantitas aluminium yang akan mereka produksikan (artinya mereka juga berusaha membatasi polusi yang ditimbulkan oleh proses produksinya, karena mereka harus membayar pajak atas setiap polusi yang tidak dikendalikan.
Meskipun banyak pasar dimana biaya sosial produksinya melebihi biaya pribadi, ada pula pasar-pasar yang justru sebaliknya, yakni biaya pribadi para produsen malahan lebih besar dari pada biaya sosialnya. Di pasar inilah, eksternalitasnya bersifat positif, dalam arti menguntungkan pihak lain (selain produsen dan konsumen). Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah pasar robot industri (robot yang khusus dirancang untuk melakukan kegiatan atau fungsi tertentu di pabrik-pabrik).
Robot adalah ujung tombak kemajuan teknologi yang mutakhir. Sebuah perusahaan yang mampu membuat robot, akan berkesempatan besar menemukan rancangan-rancangan rekayasa baru yang serba lebih baik. Rancangan ini tidak hanya akan menguntungkan perusahaan yang bersangkutan, namun juga masyarakat secara keseluruhan karena pada akhirnya rancangan itu akan menjadi pengetahuan umum yang bermanfaat. Eksternalitas positif seperti ini biasa disebut “imbasan teknologi” (technology spillover).
Analisis atas eksternalitas positif tidak banyak berbeda dari analisis tentang eksternalitas negatif. Gambar 1-3 memperlihatkan pasar robot. Berkat adanya imbasan teknologi, biaya sosial untuk memproduksi sebuah robot lebih kecil dari pda biaya pribadinya. Oleh karena itu, pemerintah tentu saja ingin lebih banyak memproduksi robot dibanding produsernya sendiri.
Dalam kasus ini, pemerintah dapat membantu dengan melakukan internalisasi eksternalitas positif tersebut. Caranya misalnya dengan memberikan subsidi untuk setiap unit robot yang dibuat. Melalui subsidi ini, kurva penawaran akan terdorong ke bawah sebesar subsidi, dan pergeseran ini akan menaikkan ekuilibrium kuantitas produksi robot.
Agar ekuilibrium pasar yang baru itu sama dengan titik optimum sosial, maka subsidinya harus diusahakan sama dengan nilai imbasan teknologi.
- EKSTERNALITAS DALAM KOMSUMSI
Sejauh ini, eksternalitas yang telah kita bahas hanya eksternalitas yang berkaitan dengan kegiatan produksi. Selain itu masih ada eksternalitas yang terkandung dalam kegiatan konsumsi. Konsumsi minuman beralkohol, misalnya, mengandung eksternalitas negatif jika si peminum lantas mengemudikan mobil dalam keadaan mabuk atau setengah mabuk, sehingga membahayakan pemakai jalan lainnya. Eksternalitas dalam konsumsi ini juga ada yang bersifat positif. Contohnya adalah konsumsi pendidikan. Semakin banyak orang yang terdidik, masyarakat atau pemerintahnya akan diuntungkan. Pemerintah akan lebih mudah merekrut tenaga-tenaga cakap, sehingga pemerintah lebih mampu menjalankan fungsinya dalam melayani masyarakat.
Analisis terhadap eksternalitas dalam konsumsi ini, mirip dengan yang telah kita lakukan terhadap eksterlitas dalam produksi. Pada gambar 1-4, kurva permintaannya tidak lagi melambangkan nilai sosial dari suatu barang. Panel (a) memperlihatkan kasus eksternalitas negatif dalam konsumsi,
Misalnya, konsumsi minuman beralkohol. Dalam kasus ini, nilai sosialnya lebih kecil dari pada nilai pribadinya (private value, atau nilai minuman beralkohol bagi para peminum minuman beralkohol itu sendiri), dan kuantitas penawaran minuman beralkohol yang optimum secara lebih sosial lebih rendah dari pada kuantitas penawaran yang ada di pasar. Sedangkan panel (b) menunjukkan kasus eksternalitas positif dalam konsumsi, misalnya konsumsi pendidikan. Dalam kasus ini, nilai sosial lebih besar dari pada nilai pribadi, dan kuantitas yang ooptimal secara sosial juga lebih besar dari pada kuantitas yang diinginkan pasar secara pribadi (yang diinginkan oleh produsennya saja).
Dalam kasus tersebut, pemerintah juga dapat mengoreksi kegagalan pasar tersebut melalui internalisasi eksternalitas. Langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah pada kasus eksterlitas dalam konsumsi ini, mirip dengan yang dapat dikerjakannya pada kasus eksterlitas dalam produksi. Untuk menggerakkan ekuilibrium pasar mendekati titik optimum sosial, keberadaan eksterlitas negatif itu dapat ditekan melalui penerapan pajak, sedangkan untuk eksterlitas positif dapat diimbangi dengan pemberian subsidi. Hal ini sama persis seperti terjadi dalam kenyataannya. Di berbagai negara, pemerintah senantiasa mengenakan pajak terhadap berbagai jenis minuman beralkohol, dan pajaknya biasanya tergolong paling tinggi bila dibandingkan dengan pajak untuk barang-barang konsumsi lainnya. Demikian pula, pemerintah di semua negara selalu berusaha menyubsidi pendidikan melalui pengadaan sekolah negara berbiaya murah (atau bahkan bebas biaya ) dan pemberian beasiswa.
Dari berbagai contoh yang diutarakan diatas, kita dapat memetik beberapa kesimpulan umum. Yakni, keberadaan eksternalitas negatif dalam konsumsi maupun produksi, mendorong pasar menghasilkan output produksi dalam kualitas lebih banyak dari pada yang diinginkan secara sosial. Sebaliknya, keberadaan eksternalitas positif dalam konsumsi maupun produksi mendorong pasar menghasilkan output produksi dalam kuantitas lebih sedikit dibanding yang diinginkan secara sosial. Untuk mengatasi persoalan ini, pemerintah perlu campur tangan dengan melakukan internalisasi eksternalitas melalui pemberlakuan pajak terhadap barang-barang yang mengandung eksternaliatas negatif, serta memberikan subsidi bagi produksi barang-barang yang mengandung eksternalitas positif.
PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN
- 1. Peran Pemerintah dalam Perekonomian
Tujuan utama dari pembangunan adalah mencapai kemakmuran yang tinggi. Dalam mencapai tujuan tersebut pemerintah dapat turut campur secara aktif maupun pasif. Suatu hal yang menarik, bahwa peran pemerintah dalam turut mengatur perekonomian kadangkala masih dipertanyakan. Hal ini didasarkan pada faham liberalisme dan kapitalisme murni yang menganggap bahwa adanya kebebasan individu secara mutlak dan tidak membenarkan adanya pengaturan ekonomi oleh pemerintah kecuali untuk hal-hal yang tidak dapat diatur oleh individu. Namun dalam kenyataannya hal ini masih dipertanyakan dan sesungguhnya saat ini tidak ada lagi negara yang menganut paham kapitalis murni.
Menyerahkan segalanya kepada mekanisme pasar sesungguhnya akan membawa ketimpangan. Mangkoesoebroto (1999) menyimpulkan bahwa pada sistem persaingan sempurna mekanisme harga hanya dapat menjamin tercapainya efisiensi dalam alokasi barang konsumen dan alokasi faktor produksi. Akan tetapi tidak dapat memecahkan masalah keadilan dan dalam distribusi konsumsi barang, oleh karena efisiensi yang dicapai mungkin menyebabkan seseorang mendapatkan semua barang sedangkan konsumen lainnya tidak mendapat satu barang apapun.
Menurut Groves (1953) bahwa kaum klasik terutama Adam Smith pemerintah memiliki tiga fungsi yaitu dalam bidang pertahanan nasional, keadilan sosial dan pekerjaan umum. Kegiatan-kegiatan seperti ini tidak pernah menarik perhatian para individu baik secara bersama-sama ataupun secara sendiri-sendiri untuk mengusahakannya. Hal ini disebabkan oleh keuntungan-keuntungan yang timbul dari usaha tersebut bagi individu yang bersangkutan boleh dikatakan tidak ada dan bahkan seringkali pengeluaran-pengeluaran tersebut jauh lebih besar dari penerimaan-penerimaannya. Di samping itu kaum Klasik mengatakan bahwa yang penting bagi pemerintah adalah tidak mengerjakan aktivitas-aktivitas yang telah dikerjakan individu
2.2. Peranan Alokasi
Kegiatan-kegiatan alokasi muncul sebagai akibat kegagalan pasar untuk menyesuaikan produksi berbagai barang pada tingkat utilitas masyarakat dipandang dalam pengertian untuk mencapai penghasilan riil per kapita yang maksimal.
Bertolak pada pola pembagian pendapatan, maka penyesuaian optimal dalam pasar hanya dapat dicapai dengan syarat-syarat sebagai berikut (Due, 1968):
- Tidak adanya pengaruh eksternalitas pada produksi dan konsumsi yakni bahwa dalam pemakaian sumber-sumber ekonomi untuk produksi dan dalam pemakaian barang-barang untuk memenuhi kebutuhan, tidak ada saling mempengaruhi antara para produsen dan para konsumen. Pemakaian sumber-sumber ekonomi dalam produksi oleh satu perusahaan tidak mempengaruhi biaya atau hasil dari perusahaan lain dan semua biaya untuk masyarakat yang disebabkan produksi barang-barang akan tampak sebagai biaya-biaya untuk para produsen.
1.
- Harga-harga barang adalah pada tingkat yang mencerminkan biaya riil dari produksi secara relatif. Maka harga-harga adalah sama dengan biaya marjinal dan harga-harga faktor produksi merupakan persamaan dari persediaan dan permintaan akan faktor produksi itu.
2.3. Peranan Distribusi
Peranan distribusi erat kaitannya dengan distribusi pendapatan. Distribusi ini dilakukan mengingat kenyataan adanya tradeoff antara pertumbuhan dengan pemerataan pendapatan. Peran pemerintah adalah mengatur agar terjadi pemerataan yang lebih baik dari pendapatan yang ada dan mangatur sistem trickle-down sehingga semua dapat merasakan pendapatan yang diperoleh negara.
Distribusi pendapatan tergantung dari pemilikan faktor-faktor produksi, permintaan dan penawaran. Dari sisi etika maka pendistribusian kembali pendapatan dari pihak kaya ke pihak miskin sebagai suatu meknisme trickle-down adalah sangat baik. Pendistribusian ini akan menjadi benar hanya jika mekanismenya diserahkan pada pemerintah bukan kepada pihak orang kaya. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan (Suparmoko, 1997):
- Seperti diusulkan Adam Smith bahwa pemerintah perlu campur tangan dalam bidang keadilan. Karena distribusi penghasilan yang lebih merata itu sangat diperlukan dan dipandang baik atas dasar keadilan, maka sebaiknya pendistribusian kembali pendapatan itu ditangani oleh pemerintah. Hal ini karena manusia secara perorangan kurang tertarik untuk mengusahakan keadilan ini dan seringkali tidak mampu untuk merealisasikan usaha tersebut berhubung Ia hanya merupakan bagian kecil masyarakat dan lebih suka free rider artinya kalau orang lain lebih suka melakukannya maka ia lebih suka untuk tidak melakukannya.
- Bahwa dalam redistribusi pendapatan terdapat unsur barang publik. Dalam hal ini bukan redistribusi pendapatannya yang merupakan barang publik, tetapi akibat yang ditimbulkannya mempunyai ciri sebagai barang publik. Adanya redistribusi pendapatan menyebabkan golongan miskin mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan sebagai akibatnya tingkat kerusakan pada masyarakat dan kriminalitas akan berkurang.
- Alasan ketiga adalah alasan yang berhubungan dengan kekuatan politik. Seringkali golongan kaya walaupun jumlahnya tidak banyak namun dapat mempengaruhi jalannya politik di suatu negara. Oleh karena itu untuk menghindari adanya kemungkinan tersebut, pemerintah harus mendistribusikan pendapatan sehingga terdapat distribusi pendapatan yang lebih merata. Dengan demikian kebijakan pemerintah tidak dikuasai atau dipengaruhi oleh kelompok yang berpendapatan tinggi.
Di lain pihak di samping kelompok yang menginginkan adanya redistribusi pendapatan agar terdapat distribusi yang lebih merata, ada kelompok pendapat yang justru menghendaki adanya distribusi pendapatan seperti apa adanya dalam masyarakat itu. Beberapa alasan yang diberikan adalah:
- Alasan keadilan yaitu bahwa harus menghargai ambisi, kerja keras, kerajinan dan kecakapan dalam hubungannya dengan pendapatan. Adanya korelasi yang positif antara kemauan bekerja keras, kerajinan dan kecakapan dengan tingkat pendapatan sehingga pantaslah bagi mereka yang mempunyai sifat-sifat di atas mendapatkan imbalan yang sesuai. Sebaliknya tidak pantas bahwa orang malas dan orang bodoh mendapatkan penghasilan yang tinggi karena redistribusi pendapatan.
- Bahwa redistribusi pendapatan akan mengurangi dorongan atau insentif untuk bekerja keras. Hal ini sesuai dengan pemikiran umum bahwa pendapatan adalah imbalan terhadap jerih payah atau usaha seseorang. Namun bila pada pendapatan yang semakin tinggi dipungut kembali sebagian oleh pemerintah untuk ditransfer kepada mereka yang pendapatannya rendah, maka akan berarti mengurangi insentif seseorang untuk bekerja, menabung dan berinvestasi. Akibatnya pendapatan absolut akan relatif rendah dengan adanya redistribusi pendapatan. Ini berarti pula bahwa redistribusi pendapatan akan lebih meratakan distribusi pendapatan tetapi mengorbankan efisiensi perekonomian.
- Dengan redistribusi pendapatan, laju pertumbuhan ekonomi akan terhambat karena menurunnya tingkat investasi di negara bersangkutan. Pada umumnya dana investasi datang dari tabungan yang dilakukan oleh kelompok pendapatan tinggi. Oleh karena itu bila ada redistribusi pendapatan maka jumlah tabungan di negara yang bersangkutan menurun dan demikian pula tingkat investasinya. Dengan rendahnya tingkat investasi maka laju pertumbuhan ekonomi juga terganggu.
2.4. Peranan Stabilisasi
Selain peranan alokasi dan distribusi, pemerintah mempunyai peranan utama sebagai alat stabilisasi perekonomian. Perekonomian yang sepenuhnya diserahkan kepada sektor swasta akan sangat peka terhadap goncangan keadaan yang akan menimbulkan pengangguran dan inflasi. Ketika suatu barang turun daya belinya maka yang terjadi adalah mengurangi produksi. Jika hal ini dibiarkan akan mengakibatkan pengangguran besar-besaran. Pengangguran akan mengganggu stabilitas politik maupun ekonomi.
PERAN PAJAK DALAM PEMBANGUNAN DAN DAMPAKNYA
3.1. Peranan Pajak Dalam Pembangunan
Pajak merupakan pungutan yang dipaksakan oleh pemerintah untuk tujuan-tujuan tertentu. Misalnya untuk membiayai penyediaan barang dan jasa publik, untuk mengatur perekonomian dan juga untuk mengatur konsumsi masyarakat. Karena sifatnya yang dipaksakan tersebut maka pajak akan mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat atau seseorang.
Pajak merupakan modal dasar pembangunan. Hal ini telah dilakukan pada RAPBN 2001. Lebih dari dua pertiga modal dasar pembangunan adalah berasal dari pajak. Mekanisme bekerjanya sistem pajak seperti ini dapat dijelaskan seperti berikut. Pada saat pemerintah melakukan belanja barang dan jasa terjadi aliran pendapatan dari pemerintah ke dalam masyarakat. Termasuk juga dalam hal ini beberapa multiplier effect dalam bentuk, misalnya employment creation dan peningkatan output. Kenaikan pendapatan masyarakat ini akan merangsang peningkatan permintaan dan dalam kondisi penawaran yang relatif terbatas akan terjadi kecenderungan kenaikan harga (untuk selanjutnya mengarah pada inflasi). Dalam situasi seperti ini sebagian dari pendapatan masyarakat yang meningkat itu diambil oleh pemerintah melalui pajak untuk membiayai defisit anggaran berikutnya. Hal inilah yang dikatakan sebagai forced saving, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pembentukan modal.
3.2. Prinsip Pengenaan Pajak
Pengenaan pajak yang terbaik dipandang dari sudut pandangan ilmu ekonomi adalah sistem perpajakan yang memiliki pengaruh-pengaruh ekonomi paling baik atau setidaknya walaupun memberikan pengaruh tidak baik, adalah yang paling sedikit. Soal prinsip pengenaan pajak agar dapat dihasilkan suatu kebaikan telah dikemukakan oleh Adam Smith dengan cannon of taxation. Suatu sistem pajak yang baik haruslah memenuhi beberapa kriteria di antaranya adalah (1) Distribusi dari beban pajak harus adil, setiap orang harus membayar sesuai dengan bagiannya yang wajar; (2) Pajak-pajak harus sedikit mungkin mencampuri keputusan-keputusan ekonomi; (3) Pajak-pajak haruslah memperbaiki ketidakefisienan yang terjadi di sektor swasta, apabila instrumen pajak dapat melakukannya; (4) Struktur pajak haruslah mampu digunakan dalam kebijakan fiskal untuk tujuan stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi; (5) Sistem pajak harus dimengerti wajib pajak; (6) Administrasi pajak dan biaya pelaksanaannya haruslah sesedikit mungkin; (7) Pasti; (8) Dapat dilaksanakan; dan (9) Dapat diterima.
3.3. Dampak Pajak terhadap Kesejahteraan (Welfare)
Apabila suatu barang dikenakan pajak maka harga yang dibayar konsumen lebih tinggi daripada harga yang diterima oleh produsen atau penjual, karena sebagian harga dibayarkan kepada pemerintah. Dalam beberapa hal kadang-kadang suatu pajak akan menimbulkan beban yang lebih berat dibandingkan nilai yang dipungut. Kelebihan beban yang ditimbulkan oleh pajak itulah yang disebut kesejahteraan yang hilang karena pajak (welfare cost of taxation). Penting sekali membedakan secara jelas antara biaya tak langsung (the welfare cost taxation) dan biaya langsung (direct cost of taxation) dalam hubungannya dengan penarikan sumber-sumber produktif dari sektor swasta.
Perbedaan ini dapat diilustrasikan secara jelas dengan contoh sebagai berikut: misalnya suatu pajak penjualan dikenakan pada produk tertentu, tetapi pajak tersebut dikenakan sedemikian tinggi sehingga produk tersebut menurun sampai nol. Dalam hal demikian berarti tidak ada biaya langsung dari suatu pajak sebab tidak ada penerimaan pajak yang dapat dikumpulkan oleh pemerintah. Tetapi jelas ada beban bagi masyarakat karena pajak yaitu produk tersebut tidak diproduksi padahal sangat dibutuhkan masyarakat.
Dengan demikian ada mis-alokasi sumber-sumber produksi sehingga konsumen menjadi kurang senang dan kehilangan kesejahteraan, yang berarti mereka memikul beban pajak. Jadi dalam hal ini ada welfare cost of taxation meskipun tidak ada direct cost of taxation. Apabila pajak penjualan tersebut dipungut pada tingkat tertentu yang masih menghasilkan sejumlah penerimaan pajak berarti akan timbul baik welfare cost of taxation maupun direct cost of taxation. Lebih jelasnya dapat diikuti pada gambar berikut.
Gambar 1. Dampak Pajak Terhadap Welfare.
Gambar 1 memperlihatkan bahwa harga mula-mula sebelum dikenakan pajak terhadap produk tersebut adalah Po dan kurva supply adalah S, namun ketika dikenakan pajak pada produk tersebut maka kurva supply bergeser dari S ke S+T sehingga harga menjadi naik dari Po menjadi P1 sedangkan produksi turun dari Qo menjadi Q1. Penerimaan pajak (the direct cost taxation) sama dengan PoP1BA. Harga bagi konsumen sekarang adalah P1 di atas harga awal yaitu Po dan inilah sumber mis-alokasi yang menyebabkan adanya welfare cost. Pengurangan konsumsi atas produk tersebut dari Qo ke Q1 berarti hilangnya manfaat sebesar BCQoQ1. Sumber-sumber produktif yang dipakai untuk memproduksi Qo dan Q1 dapat digunakan untuk memproduksi barang-barang lain yang lebih banyak. Jadi pajak membatasi produksi barang-barang yang dikenakan pajak dan mendorong sumber-sumber ptoduktif berpindah ke pemakaian lain. Tetapi nilai barang lain yang diproduksi (ACQoQ1) lebih sedikit dibanding dengan hilangnya nilai barang-barang yang dikenakan pajak (BCQoQ1). Perbedaan atau selisih antara BCQoQ1 dan ACQoQ1 = BAC merupakan welfare cost sebab ini merupakan besarnya kehilangan neto akan manfaat.
Dengan mengetahui welfare cost maka dapat dibandingkan pajak yang satu dengan yang lain dan menentukan mana yang memberikan beban lebih besar kepada masyarakat sehingga pemerintah dapat membuat alternatif lain di bidang perpajakan. Demikian pula besarnya welfare cost dapat memberi petunjuk kepada pemerintah untuk mengalokasikan sumberdaya produktif seefisien mungkin.
3.4. Dampak Pajak terhadap Produksi
Menurut Suparmoko (1997) kemampuan seseorang untuk bekerja akan berkurang apabila dikenai pajak yang dapat mengurangi efisiensi kerjanya. Oleh karena itu suatu pajak yang dikenakan kepada golongan yang mempunyai tingkat penghasilan yang rendah dalam suatu masyarakat hanya akan menurunkan tingkat efisiensi kerjanya.
Kemampuan menabung juga akan berkurang akibat dikenakannya pajak. Orang yang dikenakan pajak penghasilan, kemampuannya untuk menabung akan berkurang sebesar marginal propensity to save (mps) dikalikan dengan jumlah pajak yang dikenakan. Bagi orang-orang yang tergolong mempunyai pengahasilan rendah, pengenaan pajak tidak akan mengurangi kemampuannya untuk menabung karena memang biasanya mereka itu sudah tidak mempunyai tabungan walaupun belum dikenakan pajak. Sehingga kalau dikenakan pajak tidak akan mengurangi tabungannya melainkan akan mengurangi konsumsinya. Dengan alasan yang demikian ini maka masuk akal jika kemudian pajak yang dikenakan terhadap petani yang sebagian besar berpenghasilan rendah tidak dilakukan.
3.5. Dampak Pajak terhadap Distribusi Pendapatan
Baik atau tidaknya suatu kebijakan haruslah dipertimbangkan dari beberapa segi. Hendaknya diketahui pula bahwa tujuan pembangunan suatu negara pada umumnya adalah berupa peningkatan pendapatan nasional per kapita, penciptaan lapangan kerja, distribusi pendapatan yang merata dan keseimbangan dalam neraca pembayaran internasional. Keempat tujuan umum pembangunan ini tidak sejalan dan selaras dalam pencapaiannya, melainkan seringkali untuk mencapai tujuan yang satu terpaksa harus mengurangi keberhasilan dari tujuan yang lain. Sebagai misal untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali terjadi ketidakmerataan pendapatan.
3.6. Dampak Pajak terhadap Keinginan untuk Bekerja
Jika pajak progresif dikenakan pada pendapatan tenaga kerja maka tenaga kerja tersebut akan berkurang keinginannya untuk bekerja. Tenaga kerja yang bersangkutan akan kurang berkehendak untuk bekerja giat, sebab apabila penghasilannya bertambah maka sebagian besar hanya akan dipungut oleh pemerintah saja. Jadi pajak progresif akan mengurangi insentif kerja. Sedangkan pajak regresif merupakan pajak dengan perkembangan yang kurang dari sebanding dengan perkembangan taxable capacity, persentase pajak yang harus dibayar menjadi semakin kecil atau average tax rate menurun pada setiap peningkatan tax base. Pajak regresif ini akan menambah insentif kerja, karena dengan semakin tingginya penghasilan yang diperoleh, maka pajak yang harus dibayarnya semakin rendah persentasenya. Para pekerja akan bekerja lebih giat agar memperoleh penghasilan yang lebih besar dan dengan demikian pajak yang harus dibayarnya akan menjadi semakin kecil persenatasenya.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PRODUK PERTANIAN
DAN DAMPAKNYA
4.1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak pertambahan nilai dapat dikenakan dalam bentuk satu tahap atau beberapa tahap. Jika beberapa tahap pemungutan pajak dikenakan terhadap nilai tambah, maka ini sama artinya dengan satu tahap pemungutan pajak penjualan. Sistem pengenaan pajak pertambahan nilai adalah berkali-kali, tetapi pada setiap tingkat yang dikenakan pajak pertambahan nilai hanya atas pertambahan nilainya saja. Artinya jumlah pajak yang harus dibayar oleh pengusaha atau produsen adalah selisih antara jumlah pajak yang harus dipungut oleh pengusaha kena pajak pada waktu menjual hasil produksinya dengan jumlah pajak yang telah dibayarnya waktu membeli bahan-bahan input.
4.2. Dampak PPN Pertanian Jika Dikenakan pada Produsen
Ketika petani menjual harga produknya pada kondisi normal petani akan kehilangan sedikit insentifnya akibat petani ikut menanggung PPN yang dikenakan sehingga meskipun harga yang dilakukan tinggi, namun petani justru mengalami kerugian akibat harus menyetor pajak kepada pemerintah. Pada kondisi ekstrim bahwa konsumen tidak mau membeli komoditas pertanian dengan harga tinggi tersebut dan memilih harga sebelum pajak, maka akibatnya petani juga mengalami kerugian dan pada akhirnya akan menjual dengan harga rendah dan menanggung sendiri PPN tersebut. Pengenaan PPN pertanian pada produsen sama sekali sulit untuk dilakukan dan mengandung resiko yang sangat besar sehingga dibutuhkan pengorbanan yang besar bila hal ini tetap dilakukan.
4.3. Dampak PPN Pertanian Jika Dikenakan pada Konsumen
Dengan murahnya produk pertanian seperti buah-buahan impor akan mengurangi daya beli masyarakat akan produk lokal. Pada akhirnya harga di tingkat petani juga akan jatuh.
Pengenaan PPN pertanian pada tingkat konsumen masih dapat direkomendasikan sepanjang dapat dilakukan upaya bagi diversifikasi produk pertanian agar dapat ditingkatkan nilai tambahnya baik dari sisi kebutuhan konsumen maupun dari sisi selera konsumen, sehingga permintaan akan barang-barang tersebut tidak berubah. Meskipun ada sebagian orang mengatakan bahwa produsen tersebut sesungguhnya konsumen juga.
4.4. Dampak PPN Pertanian terhadap Kesejahteraan Petani
Dengan melihat bahwa jumlah share terbesar PDB adalah sektor pertanian dengan produktivitas yang rendah, maka dapat dipastikan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia adalah petani. Dengan mengacu pada keterangan bab-bab sebelumnya, maka pengenaan PPN pada petani memiliki unsur ketidakadilan. Hal ini dikarenakan bahwa pendapatan petani adalah rendah. Dengan pengenaan PPN maka akan menurunkan tingkat kesejahteraannya.
Pengenaan PPN pada petani sama saja dengan menerapkan aturan pajak yang salah. Meskipun akan didapat jumlah pendapatan yang banyak bagi pemerintah, namun yang dipajak adalah masyarakat yang cenderung dengan welfare rendah. Jika hal ini diteruskan maka akan dapat mengganggu stabilitas ekonomi serta meningkatkan kemiskinan masyarakat.
4.5. Dampak PPN Pertanian terhadap Kemauan untuk Bertani
Akibat dampak PPN yang mengakibatkan produk pertanian menjadi berdaya saing yang semakin lemah dan insentif yang semakin berkurang maka hal ini akan menurunkan keinginan masyarakat untuk bertani. Tenaga kerja di bidang pertanian sudah dapat dipastikan akan beralih ke bidang-bidang lain yang menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi. Bukan tidak mungkin justru nilai nominal PDB sektor pertanian justru mengecil akibat kelesuan sektor pertanian.
Dampak yang paling mengkhawatirkan adalah timbulnya kelompok kecil masyarakat kaya yang memanfaatkan pertanian dengan berupaya meningkatkan efisiensi dan menguasai bidang pertanian. Maka akan timbul tuan-tuan tanah yang dapat merusak tatanan ekonomi dan sosial politik. Dengan memanfaatkan modal yang besar, petani kaya ini akan menguasai berbagai segi kehidupan. Sedangkan petani miskin/kecil akan semakin tidak berdaya.
4.6. Dampak PPN Pertanian terhadap Daya Saing Internasional
Sampai saat ini produk pertanian Indonesia masih kalah bersaing dari sisi harga dibanding dengan pertanian di negara lain. Di negara-negara barat sistem pertanian sudah sangat efisien dengan produktivitas tinggi sehingga mampu menjual dengan harga murah. Sedangkan Indonesia masih memiliki ptoduktivitas rendah. Dengan adanya PPN pada produk pertanian maka harga produk pertanian akan bertambah mahal sehingga mengakibatkan daya saing produk tersebut semakin merosot.
4.7. Timbulnya Kegagalan Pemerintah
Jika penerapan PPN tanpa melakukan langkah-langkah mengimbanginya maka pemerintah secara langsung telah gagal untuk melaksanakan perannya dalam pembangunan yaitu peran alokasi, distribusi serta stabilisasi. Dari sisi alokasi, maka pemerintah telah gagal untuk menciptakan alokasi yang tepat untuk sumber-sumber ekonomi. Pemerintah telah menutup peluang pengembangan sektor pertanian dengan menghilangkan insentif bagi petani yang sesungguhnya tidak terlalu besar. Dari sisi welfare maka pemerintah akan tidak mampu melakukan peningkatan kesejahteraan akibat semakin banyaknya masyarakat yang justru merasa terpukul dengan kondisi pertanian yang dikenai PPN.
Artikel berhubungan :
Ekonomi Publik
Reviewed by DAL
on
December 22, 2012
Rating:
No comments: